Saya tak pernah menyesal pernah kuliah hingga S2—meski tak lulus—dan kini harus menjadi ibu rumah tangga jauh dari Jakarta tempat saya lahir dan mengenyam pendidikan. Pernah bekerja sebagai editor buku agama Islam dan mencicipi perkuliahan seputar filsafat membuat saya semakin mensyukuri bahwa pilihan saya pindah untuk menemani suami tidak pernah sia-sia. 

Memang ada fase penyesuaian dan keberatan di awal pindah, apalagi ketika mengenang sekeping fragmen masa lalu yang berkaitan dengan literasi. Sewaktu tinggal di Bogor, saya dan suami mengelola Bright English Institute selama kurang lebih 4 tahun. Meskipun namanya menyiratkan kursus bahasa Inggris, di rumah mungil kami puluhan anak juga belajar tentang menulis dan membaca.

Bright English Institute, belajar bahasa asing dan literasi agar punya attitude  

 
Ya menulis pengalaman mereka sendiri di atas kertas binder warna-warni yang kami bagikan secara cuma-cuma. Walau tak sempurna, mereka semangat menuangkan apa saja yang mereka rasakan; tentang teman, pelajaran, dan pengalaman sehari-hari. Sebelum pelajaran dimulai, mereka bebas membaca buku-buku anak yang tersedia di rak ruang tamu yang merupakan koleksi kami pribadi dan sumbangan seorang sahabat yang mengelola penerbit indie di bilangan Tanjung Duren, Jakarta Barat.

Selain itu, sesi mendongeng dan bermain jadi bagian paling dinanti karena mereka bebas mengekspresikan diri dan menyerap kosakata baru untuk berbicara nanti. Sayang sekali momen indah itu berakhir ketika kami pindah. Padahal orangtua yang kebanyakan buruh pabrik dan pengojek sangat bahagia anak-anak mereka belajar di tempat kami. Tak heran jika anak-anak kerap dititipi hasil bumi dari kampung seperti bawang, jagung, singkong, cireng, dan sebagainya sebagai kompensasi sebab kami tidak memungut biaya sama sekali.

Saung literasi dan gerebek pustaka

Pindah ke Lamongan, kami menyulap teras menjadi tempat belajar. Ada saung mungil berdiri di sana. Saung Literasi (SL) namanya, sebagai pengingat kami pernah tinggal di Bumi Pasundan dan bahwa kami akan mengajak anak-anak berinteraksi dengan dunia pustaka. Saung atau gazebo ini sejatinya adalah dipan yang dihibahkan oleh ibu. Untuk menghemat space di kamar tidur, kayu jati tua yang bermutu bagus itu pun kami susun menjadi saung dengan menambahkan atap dari asbes. 

Suami selalu bersemangat belajar bersama anak-anak dalam Saung Literasi.


Selain belajar bahasa Inggris, anak-anak yang datang ke saung masih menikmati bacaan, tak terkecuali kedua bocah kami. Belum lagi kalau sesi nonton bersama, anak-anak bergembiralah sebab mendapatkan pengalaman dari dunia baru. Bukan hanya belajar bahasa, tapi juga kepedulian pada lingkungan. Duo jagoan kami sering kami ajak berdiskusi, mulai dari tanaman cangkok hingga pohon trembesi.   

Karena anak-anak yang tergabung di Saung Literasi lebih sedikit dibanding anak-anak di lingkungan sekitar, saya dan suami pun berinisiatif membawa buku-buku koleksi SL ke masjid. Kebetulan suami menjadi pengurus TPQ (Taman Pendidikan Quran) di kompleks, maka dua keranjang sering dibawa selepas Ashar. Anak-anak begitu bersemangat meraih buku favorit mereka karena merasa mendapat selingan di samping pengajian.

Membaca buku sebelum mengaji? Sangat asyik dan bikin senang hati!


Minat anak-anak pada 'gerebek pustaka' ini mencerminkan optimisme literasi sekaligus negasi atas asumsi umum yang keburu meyakini bahwa minat baca orang Indonesia rendah. Dalam berbagai kesempatan, termasuk IG Live bersama Mice yang dipersembahkan JNEWS tanggal 12 November 2021, Kang Maman menegaskan bahwa minat baca bangsa kita sebenarnya tinggi. Ini terbukti dari tingginya permintaan kiriman buku ke daerah-daerah di seluruh Nusantara.

Kendala yang terjadi selama ini bukanlah rendahnya minat baca, melainkan sulitnya akses pada buku cetak yang memadai. Selain daya beli, ketersediaan buku selama ini nyaris sulit dijumpai di kantung-kantung yang sebenarnya punya basis pembaca. Bahkan saat e-book menjadi tren, kondisinya belum ideal sebab gawai dan sumber energi masih terbatas.

Sadar lewat literasi


Ketika kami punya kesempatan menularkan virus baca dan tulis, maka kesempatan itu tidak kami sia-siakan. Ini terutama dalam konteks mendorong remaja putri untuk berani bermimpi dan menggapai cita-cita tanpa takut terkungkung oleh bilik budaya. Dengan membaca, mereka tak lagi merasa tabu untuk meninggalkan daerah asal untuk mengenyam pendidikan tinggi. Dan yang tak kalah penting, mereka siap jika harus mengahapi bullying yang membahayakan diri.

Lewat bacaan pula mereka mulai menyadari bahwa perempuan bukan makhluk lemah dan sebaliknya punya potensi besar untuk memberikan kontribusi pada masyarakat. Fakta ini terjadi saat saya masih bekerja kantoran. Atasan saya langsung, yakni supervisor, adalah seorang wanita. Asisten supervisor pun seorang wanita. Belum lagi bagian HRD dan tenaga pemasaran andal, juga perempuan yang sangat diperhitungkan dengan kemampuan mumpuni. 

Kondisi ideal memang tak mudah diwujudkan. Di kantor ada seorang manajer yang cenderung meremehkan perempuan. Manajer ini membawahi sejumlah supervisor dari divisi yang berbeda. Nah, saat mengajukan cuti melahirkan atau haid yang sebenarnya dijamin UU, tak jarang kami dipersulit. Belum lagi kalau minta izin untuk keperluan lain yang masih memanfaatkan jatah cuti, dia sering tak kooperatif. 

Di mata manajer ini, pekerja perempuan tidak produktif karena sering izin ini dan itu. Nahasnya, prasangka itu berdampak pada pemberian bonus tahunan. Kami karyawan perempuan tetap mendapatkan bonus, tetapi nilainya di bawah pekerja lelaki hanya karena mereka sering lembur yang dipandang sebagai bentuk loyalitas. Bukankah aneh jika kami harus rela lembur sementara pekerjaan bisa kami tuntaskan pada jam kerja utama?

Potensi perempuan dalam mewujudkan kemajuan


Saya jadi teringat buku “Humanisme Bisnis” karya Eka Budianta. Suatu kali ia diundang untuk berbicara tentang usaha mengoptimalkan produktivitas pekerja perempuan. Menurutnya, topik itu cenderung bersifat seksis dan berpotensi "melecehkan" perempuan. Ia berdalih bahwa semua orang tahu bahwa di bumi tidak ada yang lebih produktif ketimbang perempuan. "Mau dioptimalkan bagaimana lagi?" sergahnya serius.  

Maka saya sepakat dengan Kang Maman yang dalam IG Live 10 Desember lalu menyatakan bahwa boleh jadi negara ini enggak maju atau sulit maju karena selama ini kita telah mengabaikan 50% potensi bangsanya yang luar biasa, yakni kaum perempuan. 



Berdasarkan data Kemenko PMK per Juli 2020, sekitar 60% dari 64 juta UMKM di Indonesia ternyata dikelola oleh perempuan. Ini terbukti valid karena saat pandemi para wanitalah yang berdiri kokoh sebagai penyelamat ekonomi keluarga ketika para suami kehilangan sumber nafkah. Mereka sangat adaptif dan tidak canggung ‘mencangkul’ lahan baru demi mendapatkan pemasukan baru.

Di kompleks perumahan kami, misalnya, beberapa bulan ini muncul seorang perempuan yang menjajakan sate ayam dengan berjalan kaki. Tanpa kendaraan, ia menyunggi sekeranjang daging tusuk dan menjinjing panggangan berisi arang yang mungkin masih menyisakan panas bara. Suami saya sampai berseloroh, “Mungkin aku sudah semaput jika harus melakukan itu!” Tanpa merendahkan kekuatan lelaki, kekuatan wanita jelas tak bisa dianggap sebelah mata. Sebab menurut kalkulasi kasar, ibu ini setidaknya menempuh minimal 10 km setiap hari dengan jalan kaki! 

Tak ada yang lebih produktif


Maka keliru jika perempuan selama ini hanya dikaitkan dengan urusan Pinggan (dapur), Pigura (penampilan), Peraduan (melayani suami), dan Pergaulan (gosip). Mestinya Teori 5P harus komplet: P terakhir harus dimunculkan guna menunjukkan kemampuan perempuan sebagai Pilar atau penopang bangsa dan kehidupan dalam pengertian seluas-luasnya. Kini perempuan bisa berkiprah dalam dunia usaha, dari pejabat kantor hingga pengelola blog yang profesional.

Saya yakin perempuan bisa berdaya jika kami, para perempuan, diberikan kesempatan sepenuhnya untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat sesuai kompetensi tanpa meninggalkan batas kepantasan atau konformitas sosial. Fakta membuktikan begitu banyak wanita yang berkiprah di ranah nondomestik seperti perusahaan sebagai pekerja profesional atau memegang peran kunci dalam berbagai komunitas sosial.



Semua bisa dimulai dari literasi kuat yang memungkinkan terjadinya kolaborasi antarpihak atau komunitas demi memicu kreativitas dan hidup penuh produktivitas. Terima kasih, JNE, telah mendukung geliat literasi lewat Kang Maman yang biaya pengiriman ribuan judul digratiskan. Kepedulian pada peningkatan literasi adalah kebahagiaan tersendiri untuk memberi ruang terutama bagi para perempuan untuk mengukir kemajuan sesuai kemampuan.
Perjalanan kereta ekonomi jurusan Bojonegoro-Lamongan pagi itu menyisakan rasa gersang bagi kedua putra kami, Bumi dan Rumi. Sepanjang jalan mereka selalu sambat (mengeluh) panas dan hanya ada rasa bosan yang menghinggapinya. Bukan karena kereta tak berpendingin udara, tetapi pemandangan kerontang yang mengubah hawa menjadi gerah. 


Perjalanan mudik di tahun 2014 tersebut menjadi awal mereka mengenal tanah Bojonegoro, sebuah tanah yang menyimpan kekayaan tambang di salah satu bagian utara Pulau Jawa. 

"Bunda, kok di sini tanahnya kering dan hawanya panas banget ya Pemandangannya cuma pohon-pohon dan rumput yang kering seperti terbakar," Bumi akhirnya bertanya setelah mendapat penghiburan berupa camilan kesukaannya. Saat itu, kami hanya bisa menjawab bahwa Bojonegoro memang menjadi kering karena ada aktivitas pertambangan yang membuat efek rumah kaca. 

Syukurlah, ternyata melalui obrolan ini Bumi dan Rumi memiliki banyak pengalaman dan pemahaman yang baru mengenai Bumi dan pelestarian lingkungan. Saya berusaha menjawab keresahan dan rasa penasaran mereka karena generasi merekalah yang menjadi salah satu harapan generasi masa depan para penyayang Bumi. 

Bumi Makin Tua, Kita Harus Peka


"Ibu Bumi wis maringi, ojo dilarani. Bumi sudah memberikan banyak hal buat kehidupan kita. Jangan kita sakiti dengan ulah-ulah yang merugikan bumi kita." Pernyataan KRT Samsul Arifin Wijoyosukmo dari Green Star Nusantara (GSN) yang menjadi penerima Satu Indonesia Award 2021 ini sangat menggugah. Sebagai warga Lamongan, daerah yang wilayahnya bertetangga dengan Bojonegoro, saya merasakan keprihatinan yang serupa. Kegiatan Mas Samsul melalui lembaga GSN menjadi salah satu harapan baru untuk menyelesaikan perbaikan kualitas oksigen dan menghidupkan kembali sumber mata air yang sudah banyak mati.


Mas Samsul menceritakan bahwa ia memulai proses kegiatan diawali dari suatu keresahan sejak tahun 2010-an. Bojonegoro, terutama di daerahnya, yaitu Wonocolo, eksploitasi minyak dan gas secara masif dan modern sudah dilakukan di tahun 2000-an. Adapun eksploitasi gas bumi di Bojonegoro itu sendiri sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. 

Di mana pun, suatu aktivitas pertambangan pasti memiliki berbagai dampak bagi kehidupan, baik bagi masyarakat maupun lingkungannya. Salah satunya adalah menjadi pemicu pemanasan global. 


Mas Samsul menjelaskan bahwa hal yang paling terasa dan terlihat dampaknya di Bojonegoro adalah pengaruhnya terhadap kualitas oksigen dan banyaknya sumber mata air yang menjadi kering lantaran pohon penyangga air sudah banyak yang lapuk dan tumbang serta habisnya pohon karena dibabat atau disebabkan aktivitas penebangan oleh manusia. Hal yang terasa miris adalah tidak ada upaya perbaikan melihat fenomena tersebut.

"Jika hanya resah, tapi tidak mau berbuat,, ya alam akan semakin rusak dan panas semakin tidak terkendali," tegas Mas Samsul melihat kenyataan di sekitarnya. Kepekaan untuk merasa bahwa Bumi yang semakin panas bisa membuat alam semakin rusak dan tanaman tidak bisa tumbuh membuatnya harus mulai bergerak. Ia mulai memahami bahwa tanaman yang bisa ditanam untuk memperbaiki kualitas oksigen dengan menyerap gas CO2 terbagus dan daya simpan air yang bagus adalah pohon trembesi. 

Pohon trembesi dikenal sebagai pohon hujan atau pohon saman. Trembesi juga memiliki julukan unik di Jawa Barat, yaitu Ki Hujan karena sering meneteskan air dari tujuk-tajuk pohonnya.

Pohon trembesi yang bernama latin Samanea saman dapat tumbuh dengan tinggi, besar, kuat dan kokoh dengan maksimal bentangan trembesi dewasa mencapai 30 meter dan memiliki ketinggian hingga mencapai 20 meter dengan usia mencapai puluhan,  bahkan ratusan tahun. 


Trembesi tumbuh subur di daerah yang memiliki rata-rata curah hujan 600 hingga 3000 mm per tahun dengan ketinggian 0 hingga 300 meter di atas permukaan laut. 

Keistimewaaan lain dari pohon trembesi adalah kemampuannya dalam menghadapi cuaca ekstrem, yakni 2 hingga 4 bulan pada bulan kering dengan suhu suhu 20-38 derajat Celcius. Jangkauan daunnya lebat dan dapat menurunkan 3–4 derajat Celcius suhu udara di lingkungan sekitarnya.

Menurut penelitian, pohon trembesi pun mampu menyerap karbondioksida sebesar 28,5 juta ton per pohon setiap tahunnya.

Manfaat-manfaat inilah yang membuat trembesi dipilih untuk program penghijauan kembali oleh Mas Samsul dan teman-temannya yang bersinergi melalui Green Star Nusantara ini. 

Jika Sudah Cinta, Tak ada Alasan Diam Saja


Semuanya didasari oleh kecintaan terhadap lingkungan dan tanaman. Apabila ada tanaman yang tumbuh dan kering selalu ada rasa ingin (merawat dengan) menyiram supaya tumbuh. Hal ini diungkapkan oleh Erlin, salah satu relawan di Green Star Nusantara. Ia merasa sangat senang dapat bersinergi dalam upaya pelestarian lingkungan ini. 

Hal tersulit ketika memulai gerakan ini pertama kali adalah pada masalah bibit. Mas Samsul bercerita bahwa pertama kali ia membeli bibit trembesi lewat online  dari Jawa barat yang harganya cukup mahal, yaitu per kilo 200 ribuan termasuk ongkir. 

Pada akhirnya, Green Star Nusantara ingin membuat bibit sendiri dan sebisa mungkin melakukan kegiatan secara mandiri. Ruh membesarkan lembaga ini meniru spirit Suku Samin yang terkenal mandiri dan tidak bergantung.

Pendanaan Green Star Nusantara berasal dari iuran sukarela anggota dan produksi jamu serbuk dibuat dari rimpang-rimpangan SPT jahe merah, temulawak, kunyit, temu mangga dll. Hasil penjualannya digunakan untuk pendanaan kegiatan pengembangan. Melalui hal tersebut, kegiatan pelestarian lingkungan juga dibarengi dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat. 


Green Star Nusantara akan membantu warga atau siapa pun yang ingin merawat pohon dengan memberikan bibit secara gratis, tetapi yang terpenting harus memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan upaya tersebut. 

Trembesi dan Harapan Baru Kokohnya Sinergi


Bagi Mas Samsul, Green Star Nusantara adalah sebuah sistem untuk upaya menghijaukan dunia kembali, mengatasi pemanasan global, oksigen yang memburuk, dan menyiapkan cadangan air bersih. Dengan makin banyaknya rumah atau apartemen yang dibangun, ruang terbuka pun kian berkurang yang berdampak pada menipisnya stok air di dalamnya karena tak mampu ditembus hujan.

Peran yang dilakukan Mas Samsul dan Green Star Nusantara sungguh amat menginspirasi. Kita semua pasti setuju dengan pernyataan yang disebutkan dalam  kata pengantar buku Bumiku Sehat Aku Gembira bahwa Bumi kita semakin tua, semakin memerlukan perawatan yang intensif agar tetap "ceria" dan sehat di masa tuanya. Obatilah Bumi, rawatlah ia dengan penuh kasih sayang.
Salah satu kebiasaan khas sebagian masyarakat Indonesia adalah menyantap makanan berat seperti nasi ketika sarapan. Ada yang memulai hari dengan sarapan nasi pecel, nasi uduk, nasi soto, nasi goreng, dan lain-lain. Bahkan ada yang mengatakan bahwa meskipun sudah sarapan dengan makan berbagai kudapan, tetapi belum makan nasi, maka hal itu belum disebut "makan".

Aktivitas makan pun bisa dilakukan di mana saja. Mau di rumah, ruangan kantor, atau studio apartemen yang kini makin populer, nasi tetap jadi primadona bagi orang Indonesia. Lebih-lebih ketika tren pemesanan makanan lewat aplikasi online makin meningkat.

Gerbang Dusun Kaotan, kampung yang menjadi sentra nasi boranan


Saat masih bekerja di sebuah perusahaan penerbitan, saya pun jadi ikut terbiasa makan nasi uduk sebagaimana rekan-rekan yang lain. Kebiasaan itu sempat berhenti ketika saya mendapatkan terapi dari dokter setelah diketahui ada kista yang bersarang di tubuh saya. Sempat menjalani terapi selama lima tahunan hingga sembuh, rupanya kebiasaan sarapan nasi kembali menjadi kebiasaan saya. Namun saya berusaha sebisa mungkin menambah menunya dengan sayur atau buah-buahan. 

Kesan pertama tidak menggoda

Ketika diajak hijrah oleh suami ke kota Lamongan tempat kelahirannya, terus terang saya tidak terlalu mengenal dengan baik segala hal yang berkaitan dengan kota ini. Mulai dari letak geografis, karakter masyarakatnya, budayanya, hingga kulinernya. Satu-satunya penghubung yang saya kenal hanya soto dan pecel lele yang warungnya bertebaran di Jabodetabek dan sering saya kunjungi. 

Terbayang dong betapa berat adaptasi, termasuk dengan cuacanya yang begitu hareudang, berbanding terbalik dengan Bogor yang adem dan punya berbagai alternatif wisata kuliner. Alhasil, Bumi bahkan sempat dirawat di rumah sakit sebagai salah satu proses adaptasi yang sangat berat terhadap cuaca. 

Akan tetapi, kami sekeluarga berusaha semaksimal mungkin menciptakan suasana nyaman dan happy dengan melakukan petualangan ke beberapa tempat yang menarik. Sebagai penggemar wisata kuliner, kami pun mencari-cari makanan khas yang bisa ditemukan sambil menjelajah berbagai sudut kota ini. 

Makanan yang kami cicipi dan langsung mendapat atensi saya adalah nasi boranan. Makanan ini saya temukan ketika saya penasaran karena menyaksikan lokasinya yang berada di sepanjang pedestrian sekitar alun-alun Lamongan. Para pedagang nasi boran yang duduk di atas dingklik (kursi kecil) berjejer diselingi tempat berupa tikar yang digelar sebagai tempat makan dan lesehan para pelanggan.

Sisi lain keunikan kuliner khas nasi boran, meski sebagian besar lapaknya berada di titik-titik keramaian kota Lamongan, tetapi hampir semua pedagangnya adalah warga suatu daerah yang bernama Kampung Kaotan. Daerah tersebut berada di wilayah sekitar Desa Made, Kecamatan Lamongan. Jarang sekali ditemukan pedagang nasi boran yang berasal dari warga luar kampung tersebut. 

Masing-masing pedagang nasi boran (selalu perempuan) memiliki sebuah boran, semacam bakul anyaman bambu berkaki empat sebagai tempat nasi. Boran tersebut bisa berisi nasi putih dan nasi jagung. Lauk pauknya berada di wadah terpisah, biasanya berupa panci atau kuali, berisi ikan bandeng, ikan kuthuk (gabus), ayam kampung, atau ikan sili. Ikan sili ini merupakan ikan endemik yang tidak diternakkan sehingga populasinya terbatas karena tidak setiap saat tersedia sehingga harganya cukup mahal. Ikan yang menjadi lauk utama nasi boran ini disiram oleh kuah berbumbu kental berwarna kuning kemerahan yang rasanya dominan pedas gurih. 

Lauk yang biasanya tersedia ketika makan antara lain urap sayur, empuk (gorengan berbumbu yang terbuat dari singkong dan terigu), sambal serubuk, sambal kemangi, ikan asin, dan rempeyek kacang atau teri. Biasanya ada pula pilihan nasinya, yaitu nasi putih biasa atau nasi jagung. Sama seperti nasi padang, saya lebih suka membungkus nasi boran untuk dimakan di rumah ketimbang makan di tempat, kecuali ketika menjamu atau menraktir tamu atau sahabat yang sedang berkunjung ke Lamongan. Nasi yang dibungkus lebih terasa maknyus karena bumbu boran sudah sedemikian bersatu padu dengan nasinya yang membuat rasanya lebih sedap. 

Kelezatan melegenda

Seporsi nasi booran selalu menggoda, apalagi sambalnya yang khas. (Foto: belalangcerewet.com)

Sebelum pandemi melanda, kota Lamongan sering mengadakan lomba nasi boranan. Lomba ini sering diadakan bersamaan dengan rangkaian acara ulang tahun Lamongan. Festival nasi boran termasuk acara yang ramai diikuti karena masyarakat dapat menikmati nasi yang rasanya pedas gurih ini secara gratis. Puluhan pedagang nasi boran akan menggelar lapaknya di sepanjang alun-alun hingga pendopo kantor bupati. 

Nah, biasanya para pemenang lomba ini akan semakin banyak memiliki pelanggan dan menarik hati warga yang penasaran serta ingin mencicipi kelezatan rasanya. Akan tetapi, terlepas dari juara atau bukan, kami memiliki beberapa tempat favorit penjual nasi boran. 
  1. Warung nasi boran pojok alun-alun
  2. Warung nasi boran turunan jembatan Made
  3. Warung nasi boran pos telon Made
  4. Warung nasi boran Mbah pasar Made. 

Wah, sepertinya Anda akan merasa sedikit kesulitan menemukan lapak tersebut jika tanpa tour guide. Maklum, mereka memang rata-rata tidak memasang tanda pengenal di lapaknya. Oleh karena itu, mungkin akan lebih baik kita ketemuan dulu dan nanti makan nasi boran sama-sama. Bagaimana? Setuju? Hahahaha ....
Apa sih yang terlintas dalam pikiran ketika ada yang menyebut tentang "theater of mind" dan kekuatannya dalam menghasilkan suatu karya, termasuk tulisan? Entah mengapa ketika ada yang menyebut frasa tersebut, saya lalu teringat pula pada kalimat yang populer di Facebook, yaitu "What is in your mind?"

Media sosial ini memang seolah-olah bagaikan teman akrab yang selalu siap untuk menjadi pendengar yang baik ketika kita punya sesuatu untuk dibagi, bahkan rahasia terdalam sekalipun. Tak heran jika ada Facebook milik seseorang yang isi tulisannya curhat melulu. 

Kata-kata "theater of mind" ini bagi saya memang sangat intimidatif dan seolah menjadi penguat bahwa mind (otak) merupakan salah satu dari bagian tubuh manusia yang memiliki kekuatan luar biasa. 

Menulis itu membebaskan

Pertanyaan saya yang sudah lama terpendam ini seperti mendapat afirmasi ketika akhirnya saya mengikuti Live Instagram tentang Asyiknya Nulis yang Asyik bersama Kang Maman. Sungguh, banyak wawasan dan hal-hal baru yang bisa saya petik setelah ikut acara yang berlangsung pada Jumat, 8 Oktober 2021 ini. Oh ya, jika ingin mengetahui keseruannya, Sahabat Xibianglala juga masih bisa mengikutinya melalui Instagram @jnewsonline

Kang Maman atau Maman Suherman adalah seorang tokoh pegiat literasi sekaligus penulis buku prolifik. Tulisan-tulisannya sangat inspiratif dan mudah untuk dipahami semua kalangan. Hal-hal semacam ini tentu memunculkan pertanyaan, "Kok bisa sih? Kiat-kiat apa saja yang dimiliki Kang Maman sehingga bisa melahirkan karya yang cukup produktif seperti itu?" Bahkan pandemi pun tak menyurutkan produktivitas menulisnya. Terbukti Kang Maman masih bisa melahirkan banyak buku, termasuk buku "Bahagia Bersama" hasil kolaborasinya dengan Mice dan JNE. Wow! Saya akan tuliskan ulasan bukunya pada postingan tersendiri.

Di sela-sela mengikuti acara tersebut, terselip rasa kagum dan salut pada Kang Maman yang meskipun kini telah memiliki cucu dan aktivitas menulis, tetapi beliau tetap mengobarkan semangat besar dalam dunia literasi di Indonesia. Kegiatannya tersebut sering beliau bagikan dalam unggahannya di Twitter. Kita pun bisa melihat kiprahnya tersebut yang beberapa kali bekerja sama dengan JNE melalui jnewsonline

 
Pada, acara Live Instagram tentang Asyiknya Nulis yang Asyik ini, Kang Maman membagikan pengalaman dan rahasia menulis yang sudah dijalaninya selama ini. Sebagian besar yang disampaikan Kang Maman memang tidak bersifat teknis karena Kang Maman melihat bahwa peserta live IG ini adalah para penulis, wartawan, dan blogger yang tentu sudah akrab dengan dunia tulis-menulis. Dalam forum seperti ini, Kang Maman sungguh berharap bahwa para peserta seolah membawa gelas kosong yang siap diisi sehingga apa pun yang disampaikannya akan tertampung. Namun jika para peserta sudah membawa gelas yang sudah penuh, maka hal-hal yang akan disampaikan akan tumpah dan mungkin akan sia-sia. 

Bagi saya, hal ini merupakan sebuah pelajaran mengenai kerendahhatian bagi seorang penulis. Setiap penulis hendaknya bisa mengambil buah hikmah dari setiap momen, bahkan mungkin pengalaman yang bisa dikesankan atau dinilai remeh oleh sebagian orang yang lain. 

Mengabadikan pengalaman

Kang Maman menceritakan bahwa sering kali buah tulisannya adalah hasil dari pengalaman pribadinya. Sebuah pengalaman ketika perahunya terbalik ketika kunjungan ke sebuah daerah di Makassar (Sulawesi), pengalaman ketika penelitian untuk skripsinya tentang seorang perempuan seks komersial (PSK) bernama Re, pengalaman ketika ibunya wafat, dan lain sebagainya, semua itu bisa menjadi sebuah tulisan yang genuine dan mendapat apresiasi, bahkan kritik. Ia menerima semua reaksi dari tulisannya karena itu merupakan konsekuensi dari beragamnya pandangan orang lain. 

Menurut saya, Kang Maman melihat semua apresiasi, termasuk kritik tersebut sebagai sebuah "anugerah" karena justru dengan respon semacam itu ia bisa melihat sudut pandang yang lain, bahkan mungkin menjadi ide baru bagi tulisan-tulisan berikutnya. Tentu saja kita tidak mungkin mengharapkan hanya menerima pendapat yang setuju atau sejalan dengan pemikiran kita karena setiap orang memiliki jalan pikirannya masing-masing. 

Saya rasa mungkin tak sedikit orang yang merasa tertegun, shocked, atau ikut terhanyut karena relate dengan pengalaman beliau yang tergambar dari tulisan-tulisan Kang Maman. Tulisan yang merupakan pengalaman pribadi memang bisa menjadi tulisan yang memiliki kekuatan karena ditulis dengan penghayatan dan sepenuh hati. 

Kang Maman menceritakan bahwa dengan membuat sebuah "theater of mind", maka pengalaman-pengalaman tersebut seolah memanggil dan ia menuliskannya demi "mengabadikan sesuatu". Melalui tulisan pula, seorang penulis menjadi "voice of the voiceless" atau suara bagi mereka yang tidak bisa bersuara. 

Content is the king

Pada zaman di mana media sosial begitu luas cakupannya, maka kita memang sudah tidak perlu lagi mementingkan media tulisan yang berbentuk cetak atau digital karena "konten adalah raja". Kang Maman membuktikannya dengan cuitan-cuitannya yang sering diunggah di Twitter. 

Begitu banyak dan beragam reaksi netizen yang didapat dari tulisannya. Bahkan netizen pun sering ikut terpancing untuk menjawab di kolom komentar tentang pengalaman pribadi mereka, contohnya pengalaman mereka tentang ibu. Fenomena ini memperlihatkan bahwa banyak hal yang bisa diangkat untuk menjadi ide sebuah tulisan. 

Membaca adalah modal utama seorang penulis.


Meski demikian, ada rambu-rambu berupa 5R yang disampaikan Kang Maman sebagai penulis, yaitu Read (membaca), Research (penelitian), Reliable (ketepatan), Reflecting (merefleksikan), dan Right (benar). Seorang penulis haruslah gemar membaca, rakus bacaan apa pun termasuk konten digital di media sosial. Untuk menghasilkan tulisan yang bermutu, ia harus sudi melakukan riset sekecil apa pun, bahkan sesderhana jajak pendapat di akun medsosnya.

Penulis juga mesti menampilkan setiap data dengan valid, mulai dari ketepatan penulisan nama orang hingga pendapat narasumber yang tak boleh ditambah atau dikurangi. Agar tulisannya menarik, ia harus piawai memilih sudut pandang untuk mendekati pembaca dengan nyaman. Tidak mudah menghakimi hanya karena perbedaan perspektif. Terakhir, ia harus pastikan bahwa yang ia tulis adalah benar. Benar menurut keyakinan pribadi, kaidah umum, atau benar menurut kepentingan politik--semua harus jelas.  

Banyak mutiara berharga yang bisa ditemukan dari acara ini, tentunya hal ini kembali pada pengalaman dan pemahaman pribadi para peserta itu sendiri. Saya termasuk yang merasa sangat beruntung dan berterima kasih pada Kang Maman yang telah memberi wawasan baru. 

Setiap tulisan punya kekuatan

Ketika saya membaca buku Re untuk pertama kali, saya memang belum terlalu mengenal Kang Maman (ya, saya akui bahwa saya memang kudet, hehehe). Tapi buku itu jelas membuat saya tertohok dan merasa speechless karena hanya orang yang nekat (berani) terjun ke dunia malam seperti itu. Kang Maman sudah berani membuka sebuah kenyataan bahwa perdagangan manusia itu ada dan masih berlangsung hingga saat ini, detik ini. 

Pada akhirnya, setiap penulis memang memiliki cara mereka sendiri dalam memotret kenyataan di sekelilingnya. Namun, theater of mind itu bisa menuntun sebuah pandangan seseorang. Tak jarang sebuah tulisan juga bisa membuat perubahan sedikit demi sedikit, bahkan menginspirasi untuk mengubah sesuatu yang telah berurat dan berakar. 

Menulislah dengan jujur

Oh ya, satu hal lagi yang tidak mungkin saya lupakan dari acara live IG Kang Maman ini, yaitu ketika Kang Maman menjawab pertanyaan seorang blogger yang menamakan dirinya Belalang Cerewet. Entah kenapa Kang Maman pun menyebut Rumi ketika mengiringi jawabannya saat itu. Bukan sebuah kebetulan dan mungkin ini pun merupakan kekuatan sebuah pikiran. 

Saya penasaran, kira-kira apa yang ada dalam theater of mind Kang Maman jika mengetahui bahwa Rumi dan Belalang Cerewet itu merupakan ayah dan anak? Mungkinkah itu bisa menjadi ide bagi saya untuk menjadikannya sebuah tulisan? Tentu saja bisa. Saya pun tidak berhenti tersenyum setelah acara tersebut berakhir. Impressive pokokna mah! (bukan bahasa Jaksel). 

“Ada Taekwondo enggak, Bun?” tanya si sulung penuh rasa penasaran. “Ya ada dong, Mas. Ini kan pesta olahraga terbesar di Indonesia.” Saya menjawab tak kalah bersemangat.

“Wah…keren!!!” matanya mengerjap memijarkan ketakjuban karena olahraga favoritnya menjadi cabor yang dipertandingkan dalam PON XX 2021 Papua.

Percakapan singkat itu berlangsung sesaat setelah dia berlatih Taekwondo sebagai persiapan untuk ikut pertandingan dalam Pekan Olahraga Kabupaten (Porkab) akhir Oktober ini. Rumi akan bertanding di kategori poomsae mewakili kecamatan Lamongan di Kabupaten Lamongan. Jika beruntung, siapa tahu dia bisa melaju ke Porprov tahun depan.

Walau masih berumur 11 tahun, pikirannya mulai terbuka untuk mengikuti jenjang olahraga dari level terendah agar bisa berjaya seperti Taekwondoin idolanya Defia Rosmaniar yang berhasil menyabet medali emas pertama untuk kategori poomsae pada Asian Games 2018 di Jakarta. 

Takewondoin Papua Glorya Rinny Keleyan gembira setelah mengalahkan Taekwondoin asal Sumatera Barat. (Foto: PB.PON XX PAPUA/Ronaldy Irfak) 

Kalau konsisten berlatih dengan tekun, bukan hal mustahil jika Rumi nanti bisa berlaga di ajang sebesar Pekan Olah Raga Nasional (PON) yang mepertemukan para atlet profesional dari seluruh penjuru Nusantara. Kita tahu PON XX 2021 Papua mulai digelar sejak tanggal 2 Oktober dan akan berakhir 15 Oktober 2021 besok. PON XX mestinya dihelat tahun 2020 tapi sengaja dimundurkan lantaran adanya pandemi.

Menandai optimisme

PON XX yang dibuka secara resmi di Jayapura oleh Presiden Joko Widodo  menandai semangat kebangkitan dan optimisme bagi kita sebagai sebuah bangsa yang besar. Bukan hanya jadi ajang unjuk kebolehan dari berbagai cabang olahraga untuk mendapatkan atlet-atlet berpengalaman untuk event kelas dunia, PON XX  2021 Papua juga menunjukkan kesanggupan kita untuk menyelenggarakan pesta olahraga berskala besar di tengah pandemi yang belum sepenuhnya usai.

Pemerintah meyakini bahwa penyelanggara PON mampu melaksanakan seluruh rangkaian pertandingan dengan lancar dan aman sebab didukung oleh personel keamanan yang terdiri dari unsur Polri dan TNI serta support penuh Kementerian Kesehatan dalam penanganan angka penyebaran Covid-19 agar tetap terkendali melalui prosedur dan protokol kesehatan secara optimal.

Dibuka di Stadion Utama Lukas Enembe, penyelenggaraan PON XX akan difokuskan pada empat klaster lokasi yakni Kota Jayapura, Kabuten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Merauke. Stadion Lukas Enembe dipilih untuk menyambut gempita PON XX karena bentuknya menyerupai "Honai" yaitu rumah adat Papua dengan tambahan fasad baja berukiran elemen tradisional khas Papua. Sebanyak 44 cabor akan dipertandingkan dengan harapan akan melahirkan atlet kelas internasional.

Dongkrak potensi Papua

PON XX juga dimanfaatkan sebagai peluang oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura untuk mengangkat potensi lokal agar semakin dikenal di kancah nasional. Pemkab setempat melibatkan 266 unit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) guna menyemarakkan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021. Menariknya, dari total jumlah tersebut 180 UMKM di antaranya dikelola oleh Orang Asli Papua (OAP) sedngkan 86 unit lainnya dimiliki oleh masyarakat non-Papua.

Ini menunjukkan bahwa usaha di Papua yang mengangkat khazanah lokal terus bergeliat dan siap bersaing di kancah nasional bahkan global. Pemkab Jayapura telah memberikan pembinaan dan pembekalan bagi 100 UMKM dan memberikan pendampingan demi memajukan usaha mereka, terutama selama PON XX. Lini usaha yang mereka geluti meliputi suvenir, kuliner, handicraft (kriya), fesyen, dan sebagainya.



Untuk menyemarakkan dan menyukseskan  pesta olahraga terbesar di Indonesia, JNE Jayapura menawarkan sejumlah program menarik, salah satunya dengan menghadirkan booth aktivasi di Stadion Mandala. Bukan hanya itu, JNE juga mengajak pelanggan baru dan lama untuk menikmati promo diskon ongkos kirim (ongkir) sebesar 20%  ke seluruh tujuan di Indonesia, ditambah banyak giveaway yang ada di social media.

Promo diskon ongkir 20% ini bisa dinikmati untuk pengiriman dari Jayapura dan Merauke selama 14 hari atau selama PON XX berlangsung mulai 2 hingga 15 Oktober. Promo juga berlaku untuk pengiriman barang dari Sorong dan Timika selama 3 hari (periode 2 - 4 Oktober 2021) ke seluruh kota tujuan dengan layanan Reguler. Dengan gebrakan ini, JNE ingin agar PON XX lebih semarak dan yang paling penting potensi khas Papua bisa dipromosikan agar lebih dikenal sehingga turut mendongkrak ekonomi lokal.

Promo JLC bikin happy

Bagi saya yang sudah jadi pelanggan JNE selama lebih dari 10 tahun, saya terutama mengincar bertambahnya poin JLC yang akan menawarkan banyak keuntungan. Bagi yang belum tahu JLC adalah JNE Loyalty Card, yakni program kesetiaan bagi pelanggan dengan kecepatan dalam mengirim paket, diskon ongkir selama periode promosi, dan iming-iming hadiah menarik. Memang sih saya belum dapat hadiah mentereng seperti gadget mahal atau liburan, tapi voucher belanja beberapa kali sudah sangat bikin hati gembira. 

Kabar baiknya, kita bisa mendapatkan promo double poin untuk semua kiriman dari dan tujuan Jayapura. Catat ya, promo ini berlaku mulai tanggal 4 sampai dengan 15 Oktober 2021. Jadi buruan manfaatkan kesempatan ini untuk mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya. Makin banyak poin, makan besar peluang dapat hadiah yang wah!

Promo yang ditawarkan JNE ini melengkapi spirit kebahagiaan penyelenggaraan PON XX 2021 Papua sebagai ajang pemersatu bangsa. Di sinilah semua anak bangsa berkumpul, beradu skill dan ketangkasan untuk menjadi yang terbaik, bukan demi daerah saja, tapi mempersiapkan kematangan atlet Indonesia untuk event olahraga yang berskala lebih besar. Tepat seperti tagline JNE yang ingin selalu menjadi jembatan kebahagiaan (connecting happiness) antara pembeli dan penjual, dan dalam konteks PON XX Jayapura JNE ingin merekatkan cinta antarwarga dengan menghargai kekayaan dan potensi daerah masing-masing sebagai khazanah yang harus dijaga dan diberdayakan untuk kemakmuran warganya.

Mungkin tak ada yang menyangka bahwa awal tahun 2020 pandemi akibat penyebaran virus Covid-19 ternyata mampu melumpuhkan hampir semua aspek kehidupan masyarakat di seluruh belahan dunia. Pandemi juga membuat semua orang terlibat dalam upaya dan perjuangan mengatasi kesulitan hidup dengan beragam cara. 


Dampak yang paling jelas terasa tentu saja pada sektor kesehatan dan perekonomian. Tak sedikit orang mengalami beratnya pergulatan untuk bertahan hidup akibat menurunnya kesehatan dan terganggunya sumber pendapatan. Namun dampak yang tak kalah besar ternyata menimpa anak-anak. Mereka merasakan beban cukup berat akibat pandemi yang tak terprediksi datangnya. 

Selain sebagai selingan kreatif, menggambar mendorong anak berimajinasi.

Akibat wabah yang berlangsung secara global, anak-anak tak lagi bisa belajar di kelas dan kehilangan kesempatan untuk berjumpa teman-teman mereka. Pandemi memang memaksa sekolah menyesuaikan proses belajar mengajar dengan menerapkan learning from home atau pembelajaran jarak jauh. Di satu sisi pola pengajaran semacam ini memang efektif menekan laju penyebaran virus berbahaya tersebut. Namun di sisi lain ada satu kelemahan penting, yakni kesiapan guru dan sekolah yang ternyata belum terbiasa mengelola kelas dalam bentuk distance learning yang kreatif dan tetap menyenangkan. 


Di sinilah pentingnya peran orangtua untuk mengambil inisiatif kreatif karena anak bisa mudah bosan lantaran materi dari sekolah cenderung monoton, apalagi anak jarang bersosialisasi dengan bertemu teman-teman sekelas. 


Namun jangan khawatir karena orangtua bisa mengondisikan learning from home dengan menyenangkan sebagaimana semangat Merdeka Belajar dengan serangkaian kiat yang bisa dicoba sendiri di rumah.

1. Memanfaatkan Internet

Era Industri 4.0 menandai kecanggihan teknologi informasi yang semakin menemukan momentumnya. Dunia digital membuat kehidupan manusia modern serbatekoneksi. Inilah era IoT atau Internet of Things yang memungkinkan kita terhubung tanpa sekat ruang dan waktu untuk bertukar informasi dalam bentuk pesan, audio. video, dan bahkan kolaborasi proyek. 


Anak-anak generasi Z yang merupakan digital natives sangat menggandrungi teknologi. Agar belajar di rumah menyenangkan, coba manfaatkan Internet untuk mendukung minat dan bakat mereka. Apa yang tak bisa diberikan oleh sekolah konvensional bisa terpenuhi oleh sumber-sumber berharga dari Inernet. Keingintahuan anak akan materi sekolah bisa dipasok dengan referensi dan informasi memadai yang tidak terbatas dari Google dan Youtube. Lewat situs tersebut, mereka bisa mendapat gambaran lebih lengkap dan menarik mengenai materi yang dibutuhkannya. 


Animasi atraktif dan video memikat akan menarik minat mereka untuk mengeksplorasi tema dengan penuh kegembiraan. Mereka bisa mempelajari sesuatu tanpa merasa sedang belajar. Tentu saja pendampingan dan pengawasan dari orangtua sangat diperlukan karena mereka belum memiliki kematangan dalam memilah dan memilih informasi.

2. Menuangkan materi jadi gambar 

Anak-anak selalu suka menggambar. Apa pun yang digambar dan bagaimana pun hasil gambar mereka, mengajak mereka mengolah materi menjadi bentuk visual akan sangat menyenangkan. Trik ini kami terapkan dalam proses belajar kedua anak kami. Hasilnya, mereka bisa lebih cepat memahami materi pembelajaran. Di sisi lain, sensasi relaks dan rekreatif pun terpenuhi. 


Mereka merasa enjoy dan menjadikan belajar sebagai kegiatan yang menghibur. Misalnya ketika membahas cuaca, si bungsu saya arahkan untuk menggambar bagaimana tornado terjadi. Belakangan ini ia memang sangat tertarik pada angin topan dan semacamnya sehingga menggambar materi itu akan mendorongnya belajar lebih jauh lewat buku-buku lainnya. 

Gambar karya si bungsu yang menjelaskan tahap-tahap angin tornado.

Gambar bisa berbentuk manual atau digital, sesuaikan dengan kebiasaan anak. Tak harus bagus dan sempurna, yang penting mereka mengekspresikan diri dengan bebas tanpa ada tekanan sehingga hasilnya akan menciptakan kepuasan dan bahkan ketagihan. Silakan tentukan bersama anak gambar apa yang akan dibuat. 

3. Menulis diari

Cara lain untuk menghilangkan kebosanan dalam belajar adalah menuangkan segala pengalaman, ide, cita-cita, dan apa saja yang anak rasakan selama belajar dari rumah melalui catatan di buku harian atau diari. Curahan hati yang diekspresikan dalam bahasa mereka sendiri dalam bentuk diari memiliki efek positif yakni melepaskan beban stres layaknya yang dirasakan orang dewasa. 


Saya teringat pada kisah Zlata Filipovic yang dijuluki "Anne Frank dari Sarajevo", salah seorang anak korban perang di Bosnia. Teman-teman sebayanya yang tinggal di rumah sakit atau panti disebut mengalami trauma mendalam, sedangkan Zlata agak berbeda karena dia punya kebiasaan mencatat peristiwa dan mengabadikan pengalamannya dalam bentuk diari. Ia melihat dunia di sekelilingnya dengan sudut pandang yang agak jauh, seolah-olah ia hanyalah pemeran dalam film yang ia tonton.

Menulis diari menambah kosa kata anak dan melatih menuangkan gagasan.

Selain melepas stres, menulis diari akan melatih anak-anak untuk menghasilkan tulisan tangan yang bagus alih-alih terbiasa menulis di gawai. Mereka juga jadi terbiasa menuangkan gagasan dan pikiran dalam bentuk tertulis. Dengan selingan gambar-gambar yang mewakili imajinasi mereka, diari akan semakin hidup dan bahkan mendatangkan keuntungan.


Ini terjadi pada si sulung ketika menuliskan cita-citanya dalam secarik kertas lalu mengirimkannya untuk meramaikan sebuah giveaway. Tulisannya ternyata memikat hati sepuluh juri Chuseok Angpao yang digagas oleh blog Creameno bertajuk "Jika aku besar nanti aku ingin menjadi...." Tulisannya jadi luwes salah satunya berkat kebiasaan menulis diari yang sudah dimulai sejak lama. 

4. Mengikuti kelas online sesuai hobi

Karena hobi bikin komik, maka kedua buah hati kami sering ikut kelas online yang banyak ditawarkan secara cuma-cuma oleh berbagai penyelenggara. Mengikuti kelas online bukan hanya menambah wawasan, tetapi juga jaringan pertemanan baru--sesuatu yang mereka rindukan selama pandemi karena tak bisa bertemu teman-teman di kelas.

Hal ini dilakukan selain bisa mendapatkan wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebih luas tentang suatu hal, mereka juga tak jarang mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi lebih luas dengan teman-teman baru dari daerah lain atau bahkan dari negara lain. 

5. Bermain teka-teki

Mengisi teka-teki bisa mengasah otak dan berlatih strategi.


Salah satu cara belajar yang menyenangkan adalah lewat permainan, seperti bermain teka-teki atau tebak-tebakan. Ketika suntuk belajar buku-buku teks, kami biasanya menawarkan kepada anak-anak untuk bermain tebak-tebakan. Selain berlatih public speaking, permainan ini juga bagus untuk menguji sejauh mana daya ingat (kognitif) mereka dalam suatu bidang.

Kami biasanya menggunakan buku sains sebagai sumber tebakan. Materi bahasa, pengetahuan agama, dan matematika juga tak lepas kami coba bersama. Kami bermain secara bergantian: satu orang bertanya dan sisanya menjawab dengan cepat. Orang yang menjawab tercepat menjadi pemenang dan berhak mengajukan pertanyaan selanjutnya. Sebagai pancingan, kami memulainya dengan pernyataan seperti "Aku adalah ...." dan memberikan ciri-ciri benda tersebut.

Sebagai variasi, anak-anak bisa mengisi teka-teki silang yang bisa dikerjakan sendirian dan kami siap siaga memberikan bantuan jika mereka menemukan kesulitan. Intinya, orangtua harus siap mendampingi untuk memberikan dukungan sehingga anak merasa percaya diri.
  

6. Bermain games bersama

Sepertinya tak ada anak yang tidak suka main games. Bahkan bukan hanya anak-anak, orang dewasa pun gandrung pada gaming. Hanya saja berbeda jenis dan kompleksitas game yang dimainkan. Kami membolehkan anak-anak bermain games sebagai selingan dari aktivitas lain yang mungkin membosankan. Bagaimanapun juga, bermain games secara digital menghadirkan pengalaman berbeda dibandingkan jenis permainan lainnya. 

Mereka boleh bermain game dengan tiga syarat. Pertama, menaati waktu yang disepakati. Kedua, memainkan games yang edukatif, bukan hanya menghibur. Ketiga, game itu tak perlu kami instal di smartphone mengingat ponsel kami sudah penuh memorinya. Tiga patokan ini rasanya cukup sebagai bekal memilih game yang tepat.

Setelah membaca sebuah blog post, saya tertarik pada plays.org. Ada ratusan games di website ini yang segera kami coba mainkan dengan memilih lewat kategori yang tersedia di bagian bawah. Tinggal pilih mana tema yang disuka. Si sulung yang suka olahraga langsung kesengsem sama Funny Soccer sedangkan si bungsu yang suka binatang tak bisa lepas dari Cut for Cats.

Yang menyenangkan dari situs ini adalah kita tak perlu menginstal aplikasi game khusus baik di ponsel maupun di laptop agar bisa memainkannya. Jadi enggak boros memori hape atau komputer. Kita juga tak perlu mendaftar atau signup dulu. Kita bisa langsung pilih game yang disuka dan memainkannya seketika. Selain koleksinya lengkap, game yang ditawarkan sangat ringan dan mudah dioperasikan. 



Dalam Funny Soccer, tugas kita sebagai pemain sangat mudah: menggiring bola ke gawang lawan untuk mencetak gol dengan menyundul atau menendang bola. Tips yang bisa dipetik setelah memainkan game ini, usahakan agar bola selalu berada di depan kita sehingga kita bisa mencetak gol sebanyak mungkin melebihi lawan. Suara latar sangat mendukung gerakan lincah kaki dan sundulan seolah-olah tengah berada di stadion.

Untuk memainkan game ini, kita cukup mengandalkan tombol panah ke kanan dan ke kiri untuk maju mundur menyesuaikan posisi bola dan mengimbangi lawan. Untuk menendang bola, kita bisa menekan tombol X dan tombol Z untuk menyundul jika bola berada di atas. Sangat mudah kan? Cobalah sendiri.

Kegirangan waktu menang, yeay!

Sedangkan Cut for Cats lebih menguji strategi dan logika lewat ilmu fisika. Tugas kita adalah memberi makan kucing hitam yang kelaparan. Dia mengincar candy roll atau permen yang digantung di atas. Karena terikat, maka kita harus memotong (cut) tali agar permen menggelinding menuju si kucing. Namun ada syarat yang tak boleh terlewat: permen harus melewati tiga bintang dulu untuk membuka mulut kucing hitam.

Makin penasaran kan? Memang sangat menarik kok dan bisa bikin ketagihan meskipun game-nya sederhana. Pemain harus memperhitungkan ayunan tali setelah dipotong agar bisa menyasar bintang. Semakin tinggi levelnya, semakin menantang ikatannya, bahkan berupa rantai sehingga butuh gergaji untuk memotongnya.



Untunglah game-game yang kami coba di plays.org sangat ringan sehingga cepat dan responsif saat dimainkan. Di sana disedikan cara bermain yang sangat mudah, bisa dilakukan anak dan orang dewasa. Bukan hanya mudah, tapi memberi hiburan dan bahkan mengasah otak anak-anak sebagai selingan kreatif dari kegiatan belajar buku-buku sekolah yang mungkin membosankan.

7. Berkebun

Aktivitas lain yang sangat kami tekankan di rumah adalah berkebun. Dengan berkebun anak-anak bukan hanya belajar sabar dengan menanti biji bertunas dan tumbuh menjadi pohon, tetapi juga menyadari pentingnya menyediakan oksigen sebanyak mungkin di alam. Saat berkebun mereka juga kami ajak berkolaborasi dan mengamati tanaman secara saintifik.

Mereka begitu gembira ketika berhasil menemukan ilmu atau fakta baru tentang tumbuhan. mereka akan lebih happy tatkala biji yang ditanam tumbuh menjadi pohon yang bunganya bisa kami manfaatkan. Misalnya bunga telang yang bisa kami seduh menjadi teh hangat nikmat atau sebagai pewarna alami untuk menanak nasi lemak nan ungu ala Kuala Lumpur.  

Selain mengasyikkan, berkebun juga banyak manfaatnya bagi anak. 


Kedekatan dan kecintaan mereka pada alam dan lingkungan yang dilakukan melalui berkebun akan memberikan pemahaman bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa pepohonan yang menyuplai oksigen, memberikan keindahan, dan hasil yang bisa dikonsumsi manusia. Anak-anak akan belajar mencintai alam dan tidak suka untuk merusaknya.

Itulah sejumlah kiat yang menjadi rahasia kami selama anak-anak menjalani proses learning from home saat pandemi. Tentu saja setiap keluarga memiliki rumus atau kiat tersendiri yang bisa ditiru dan disesuaikan sesuai kondisi dan hobi anak. Meskipun pandemi sudah mulai reda, sejumlah sekolah masih belum membuka opsi tatap muka. Jadi pastikan menemani anak-anak dengan cara-cara kreatif agar mereka semangat belajar.

Semoga Sahabat Xibianglala tetap sehat dan semangat terus menjalani salah satu periode menantang dalam sejarah umat manusia.  
Kecoa adalah hewan yang paling sering membuat orang bergidik atau jijik. Tak jarang pula ia menjadi penyebab orang berjingkat-jingkat hingga menjerit apabila bertemu dengan makhluk berwarna cokelat tua ini. Jeritan bisa terdengar di rumah biasa atau apartemen di kota akibat bertemu kecoa terutama di kamar atau dapur yang kotor, lembab, atau gelap. 

Sumber: https://m.liputan6.com

Beberapa kali saya dibuat stres oleh makhluk yang konon dikatakan paling tangguh bertahan sejak zaman purba ini. Dapur yang saya anggap sudah cukup bersih dan rapi, toh masih sering juga disambangi oleh hewan menyebalkan nan menakutkan (coba aja perhatikan wajahnya yang seram). 

Tak terhitung cara dan alat yang sudah saya coba untuk mengusir hingga, tak tanggung-tanggung, berniat ingin memusnahkannya dari lingkungan rumah saya. Apalagi jika sudah bertemu dengan telur atau calon kecoa yang bertebaran di sudut-sudut tak terjangkau sapu. Rasa geram mungkin sudah terlihat bagai muncul asap di atas ubun-ubun.

Kecoa mati dengan sabun cuci piring juga bisa. (Gambar: aaipest.com)
 

Pakai sapu

Awalnya, saya mengikuti naluri dengan menggunakan sapu untuk menggebrak sang serangga bersayap cokelat itu. Namun ternyata saya malah tambah stres dan bergidik karena ternyata ia malah terbang kian kemari sembari (mungkin) meledek saya yang gagal misi. 

Langkah berikutnya, saya mengikuti saran iklan di TV dengan membeli cairan pembunuh nyamuk, lalat, dan kecoa, baik yang kemasan biru, hijau, atau kuning. Akan tetapi, semuanya hanya khayalan untuk bisa mengusir hewan hexapoda itu. Apalagi setelah saya tahu bahwa menggunakan semprotan berbahan alkohol tersebut berbahaya jika digunakan di dapur rumah kita. Saya malah paranoid karena jadi berpikir si kecoa bisa membuat rumah kebakaran. Tambah kesal gak tuh?
 

Bahan alami

Suatu ketika saya pernah membaca sebuah artikel yang menggunakan bahan-bahan alami seperti daun salam, kulit timun, dll utk menghilangkan si cokelat bersayap dan pipih itu. Tapi rumah saya kok malah jadi kayak tempat pembuangan sampah akhir. Anak-anak pun sering memandang saya yang makin terlihat aneh karena mungkin hampir terlihat seperti paranormal yang sedang melakukan ritualnya. 

Saking sebelnya, saya pernah menghadapi si kecoa menyebalkan itu dengan tangan kosong. Saya menendang dan menyepaknya seperti bermain sepak bola. Tendangan saya yang supercepat itu membuatnya lumpuh seketika dan tubuhnya terlentang tak berdaya. Saat itulah saya mendapatkan ide, seperti Robert Kearn di film Flash of Genius, untuk menenggelamkannya di dalam lautan busa sabun cuci yang lumayan banyak. Rasa gemas bercampur penasaran rupanya berbuah hasil yang saya harapkan. Si kecoa itu langsung tewas (astagfirullah, saya kejam banget gak sih?). Lega rasanya bisa terbebas dari binatang menjijikkan itu. 

Cairan pembersih kaca

Namun, jika saya harus berkali-kali menendang atau menyepak hewan mengerikan itu, tampaknya saya pun masih akan kesulitan karena busa sabun cuci butuh proses dan memakan waktu untuk siap digunakan sesaat setelah kecoa itu terlentang. Jika terlambat, si kecoa akan mencoba membalikkan badan dan kembali melarikan diri. 

Momen yang tidak akan saya lupakan adalah ketika saya sedang membersihkan kaca jendela dan si makhluk itu melewati kaki saya. Tak ayal saya pun langsung menyemprotkan cairan pembersih kaca itu langsung ke tubuh kecoa tersebut. Rupa-rupanya ... inilah cara terbaik yang saya dapatkan untuk terbebas dari teror si makhluk turunan purba tersebut. 

Saya bersyukur kini sudah bisa mendapatkan teknik tercepat, termurah, terefektif, dan terefisien untuk melawan musuh bebuyutan saya selama beberapa dekade. Selain cairan pembersih kaca, sabun cuci piring juga bisa kita manfaatkan untuk membunuh kecoa yang merajelala di rumah.

Sahabat Xi juga bisa coba lho. Semoga sukses! 
Tanggal 20 bagi sebagian orang dianggap sebagai tanggal tua. Namun sampai setua ini pun saya gak pernah tahu siapa yang pertama kali mempopulerkan kata tanggal tua itu. Meski begitu, saya yakin orang itu pasti punya gaji karena gaji biasanya ditransfer tanggal 1, ya kan? Analisis ini memang absurd karena gak punya basis data sama sekali. Beda dengan saya yang akan membocorkan cara klaim kacamata lewat BPJS dengan mudah dan berdasarkan pengalaman nyata. 

Mungkin juga dikatakan tanggal tua karena dompet pada tanggal segitu sdh mulai berkerut. Semakin menuju akhir bulan, dompet mulai gampang diwiron atau dilipat-lipat karena isinya makin tipis. Di saat-saat seperti inilah tips dan trik ngirit mulai banyak dicari. 

Semua kalangan pasti sudah tahu bahwa emak-emak punya power buat memutuskan hal-hal krusial terkait ekonomi keluarga. Apalagi di zaman pandemi, jelas hemat adalah pilihan utama. Lebih memilih beli beras ketimbang beli emas. Lebih memilih beli susu ketimbang beli baju. Pokoknya semangat menjaga kestabilan jumlah rupiah di dompet selalu membara di dada.

Dalam hal ini, tentu cuan akan jadi masalah, khususnya bagi saya jika mata yang sangat diandalkan untuk baca resep masakan, nonton drakor, atau membaca novel ini mulai sering melihat penampakan. Orang ganteng yang menjadi kelihatan dobel wajahnya ditambah efek ngeblur bukanlah sesuatu yang indah dinikmati. Kepala pun sering berputar seperti kipas angin duduk Modena yang bikin gampang merem dan jadi ketagihan nempel ke bantal.

Obrolannya jadi gak nyambung lagi deh. Nah, selain tanggal 20 Mei 2021 merupakan tanggal tua, saat itu juga jadi ajang bagi saya untuk membuktikan betul atau tidaknya BPJS bisa menjadi solusi bagi masalah saya.

Saat krisis dompet itulah saya langsung mengajak si sulung untuk meluncur ke tempat di mana saya bisa mengganti kacamata yang sudah terasa seperti kaca nako ini. Kacamata yang pernah ditebak harganya jutaan oleh teman sekantor ini, padahal sebenarnya gak nyampe lima ratus ribu, adalah kacamata terlama yang pernah saya pakai. Tapi rupanya umur emang gak bisa dibohongi. Kacamata gaek meski stylish ini sudah terpaksa harus diregenerasi.

DATANG KE FASKES MESKI KONDISI LEMAS

Senin menjelang subuh, saya sudah niat puasa untuk mencicil utang puasa Ramadan. Sebenarnya belum ada niat untuk  ganti kacamata. Ndilalah, pagi hari mata saya lumayan sulit untuk diajak kerja sama menulis outline untuk calon buku baru. Tanpa berpikir panjang kali lebar kali tinggi jadi volume, saya ajak Rumi si tukang komik untuk ikut ke klinik. Eits, kok ke klinik? 

Yups, fasilitas kesehatan (faskes) yang keluarga saya pilih memang sebuah klinik, tapi lumayan lengkap fasilitasnya, bahkan ada tempat rawat inap. Nah, berhubung sudah sering datang untuk periksa tensi yang sering naik turun kayak roller coaster, saya langsung daftar dan mengonfirmasi kepesertaan saya dengan kartu BPJS yang selalu setia menemani di dalam dompet. 

Gak pakai ribet antre atau printilan ini itu, saya langsung bertemu dengan dokter yang dengan ramah menyimak keluh kesah saya. Oh ya, prokes yang ketat di zaman pandemi bikin komunikasi emang ternyata rada bikin saya harus berusaha mengeluarkan tenaga lebih besar karena pada dasarnya suara saya terlalu lembut merdu merayu. Dialog saya dan dokternya jadi mirip si Malih dan Bolot. Gak usah dibayangkan deh. Benat-benar capek, tapi saya tetap semangat demi ganti kacamata.

Pembicaraan yang dilakukan ala lenong rumpi itu menghasilkan surat rujukan. Surat itu adalah surat pengantar dari dokter di faskes agar saya menemui dokter spesialis mata. Akan tetapi, berhubung klinik yang menjadi faskes saya tidak memiliki dokter spesialis mata, maka dokter memberikan surat rujukan tersebut. Ada beberapa tempat yang jadi rujukan, dua di antaranya rumah sakit besar dan satu klinik spesialis mata. 

Saya pilih untuk membawa surat rujukan itu ke klinik spesialis mata. Soale klo harus ke rumah sakit, saya mesti datang esok hari karena dokter tidak ada pada hari ini dan waktu pendaftaran di sana pun sudah tutup. Adapun klinik spesialis mata ini buka hingga jam lima sore dan masih bisa saya kejar hari ini juga.

Lokasi yang berada di pinggir jalan raya membuat klinik spesialis mata tersebut mudah ditemukan. Tapi entah mengapa saya merasa tersiksa. Bukan karena pelayanannya yang memang bagus dan profesional, tapi karena lokasinya berdampingan dengan toko roti yang membuat perut saya meronta-ronta. Rasa lemas akibat sedang berpuasa semakin terasa nelangsa hingga tebersit niat untuk membatalkannya.

Hanya saja, rasa gengsi untuk menyerah saya pertahankan karena Rumi ada di samping saya. Mana mungkin saya batal hanya karena melihat roti dan pentol yang sedang dia makan. Imej kekuatan daya tahan lapar saya bisa ambrol seketika dan saya belum rela.

Syukur alhamdulillah, pemeriksaan mata saya dan Rumi berjalan dengan lancar. Mungkin karena klinik ini benar-benar spesialis mata sehingga klinik ini bisa sepenuhnya tahu apa yang harus dilakukan untuk mata-mata, eh mata kami. Pemeriksaan hanya memakan waktu tak sampai 30 menit, tapi yang lamanya seperti menunggu kepastian dari si dia yang belum ngelamar adalah menunggu antrean yang bejibun. Kayaknya klinik ini banyak banget fansnya melihat tak banyak klinik semacam ini.

Perlu kacamata baru

Hasilnya seperti yang sudah saya duga, kami berdua perlu kacamata baru. Dokter yang memeriksa langsung tahu bahwa mata indah kami berdua memiliki keistimewaan dan butuh kacamata untuk menyempurnakan, hassyyaahhh. Saya dan Rumi mendapat rekomendasi optik rujukan yang sudah bekerja sama dengan BPJS. Salah satunya sudah pernah kami kunjungi ketika si bungsu penggemar kendaraan besar itu membeli kacamata berlensa minus pertamanya.

Tak menunggu lebih lama, setelah selesai periksa di klinik kami segera meluncur lagi ke optik untuk klaim kacamata. Optik ini lumayan lengkap koleksinya dan ramah pelayanannya. Dengan tubuh yang lemas akibat menghirup aroma roti, saya menguatkan hati untuk tetap betjalan menuju optik yang sudah ditunjuk.

Saat siang sudah makin terik, sampai juga kami di optik. Sebenarnya, saya agak tak yakin jika melihat tampilan optiknya. Sepertinya butuh dompet berisi berlembar-lembar cuan untuk memilih kacamata  di sini. Kecut juga hati saya ketika melangkah memasukinya. Inilah yang mungkin disebut sindrom tanggal tua itu. Saya memang tak membawa uang lebih selain untuk isi BBM dan sepincuk nasi boran jika terpaksa. Tapi untuk membeli kacamata? Saya rela balik kanan bubar jalan.

Namun mental emak irit sudah merasuki saya sehingga tak surut usaha saya untuk mendapatkan kacamata, setidaknya untuk Rumi. Jadi dengan percaya diri ala model sekelas Gigi Hadid saya langsung menghadapi mbak pelayan di konter kacamata. 

Sekali lagi ia memeriksa mata kami dan kemudian mempersilakan untuk memilih model kacamata. Saya.dan Rumi memilih model seusai budget yang ada dalam standar BPJS. Berhubung kami mengambil pelayanan BPJS kelas 3, maka kami pun harus menyesuaikan dengan harga yang sudah ditetapkan sesuai kelas. 

Ternyata, Rumi bisa mendapatkan kacamata yang dibutuhkannya tanpa membayar tambahan apa pun lagi. Berbeda dengan saya. Harga yang terkover hanya cukup untuk menopang frame kacamatanya saja. Adapun untuk lensa, saya harus menambah biaya karena  ada selisih harga. 



Duh, saya sempat galau untuk melanjutkan pembelian kacamata ini. Mungkin karena lensanya lebih complicated ya. Saya butuh lensa untuk minus, plus, dan juga silinder. Saat inilah saya baru benar-benar menyadari bahwa saya sudah semakin menua, heuheuheu.

Syukurlah ayah Xi memahami kegalauan saya dan menyuruh saya untuk tetap memesan kacamata itu. Dia tahu bahwa kegantengannya akan semakin bersinar jika mata saya bisa melihat tanpa terganggu. Akhirnya, dengan berbagai perasaan berkecamuk antara sedih, kecewa, senang, deg-degan dll dsb dst, saya memantapkan hati untuk mengambil pesanan itu.

Saya menambah kekurangan dengan sisa-sisa tabungan uang belanja yang sudah diirit-irit dan disuntik juga dengan dana dari ayah Xi yang baru dapat transferan job menulis. Alhamdulillah, nikmat mana lagi yang kau dustakan?

Pengalaman ini membuat saya makin lega bahwa BPJS memang membantu banget untuk memiliki kacamata. Oleh karena itu, kami berusaha untuk membayar iuran dengan tertib karena pelayanan BPJS terasa sekali manfaatnya. 

Bagaimana dengan pengalaman sahabat Xi yang lainnya nih?