Tampilkan postingan dengan label ecogreen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ecogreen. Tampilkan semua postingan

 We do not inherit the earth from our ancestors, we borrow it from our children.

(Wendell Berry)

 

Bumi terbiasa mencuci tangan untuk menjaga kebersihannya di mana pun ia berada. (Dok: Pribadi)


Haddeeuuuhh, kok bisa-bisanya ada banyak kantong kresek penuh sampah dibuang di hutan ya, Bunda?” keluh Bumi sambil menutup hidungnya meski sudah memakai masker.


“Mereka mungkin tidak tahu cara mengolah sampah itu, Dek. Atau, mungkin juga mereka tidak peduli sampah itu merusak lingkungan. Satu hal yang pasti, mereka tidak terbiasa menjaga kebersihan dan kurang literasi!” sahutku yang meski ikut merasa kesal dan muak, tetapi tetap berusaha bicara dengan nada lembut nan santun, heuheuheu.

 

Perilaku bersih dan menjaga lingkungan memang sudah seharusnya dimulai dari rumah atau keluarga. Jika pembiasaan hidup bersih telah dimulai sejak dini dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut punya peluang yang sangat besar untuk senantiasa bahagia berkat terjaga kesehatannya dan terhindar dari kerusakan lingkungan.

 

Peran keluarga sebagai lingkup terkecil dalam masyarakat memang sangat penting. Sebuah keluarga yang memiliki kebiasaan menjaga kebersihan serta bijak atau kepedulian untuk memilih kebiasaan positif bagi diri dan lingkungannya, maka hal itu akan melahirkan budaya bersih dan cinta lingkungan dalam masyarakat, demikian pula sebaliknya.

 

Mirisnya kesehatan dan lingkungan yang tidak terjaga justru sering kali dimulai dari keluarga yang tidak peduli atau bijak terhadap hal-hal tersebut dan kurangnya kesadaran literasi.

 

Duh, Banyak Sampah di Mana-mana!

 

Seketika udara sejuk dan segar serta indahnya pemandangan menerpa saya dan Bumi, anak bungsu saya, saat memasuki kawasan hutan jati di daerah perbatasan antara Lamongan dan Mojokerto. Sesekali kami berhenti agar paru-paru terisi penuh oksigen dari hutan itu sehingga membuat napas kami terasa ringan dan lega.

 

Pemandangan Gunung Arjuno dari kejauhan yang tampak menjulang ke langit dan tersaput awan juga terasa menawan mata. Berkali-kali Bumi mengatakan, “Bunda, aku pengen nangis (terharu dan kehabisan kata-kata) lihat pemandangan hutan dan gunung itu. Bagus bangeeet!”

 

Santri di pondok si sulung sering belajar di luar (outdoor) karena pesantrennya memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan kewirausahaan. (Dok: Ponpes Fathul Ulum Jombang)

 

Perjalanan ini sering kami lakukan untuk mengunjungi kakak Bumi yang sedang mondok di salah satu pesantren di kawasan Tebu Ireng, Jombang. Jauhnya jarak tak terasa menjemukan, apalagi momen menyeberang Sungai (Kali) Brantas menggunakan tambangan (perahu/rakit) untuk mempersingkat jarak. Sungguh membuat kami takjub!

 

Sayangnya, pemandangan dan suasana syahdu dalam perjalanan beberapa kali dirusak oleh sampah-sampah yang berserakan pada beberapa titik di sepanjang jalan dan sungai. Sampah-sampah, terutama plastik dan kemasan yang dibuang dengan sengaja–justru sering kali tepat di bawah papan tanda larangan membuang sampah–membentuk ceceran atau gunungan sampah.

 

Sampah berceceran merusak pemandangan serta merusak kesehatan dan lingkungan. (Dok: Pribadi)


 

Kondisi tersebut jelas sangat merusak pemandangan dan menimbulkan bau busuk yang mengganggu pernapasan. Beberapa kali tempat itu ditertibkan oleh aparat setempat, tetapi warga tetap kembali membuang sampah di pinggir jalan, tak jauh dari tempat tersebut. Entah apa yang ada dalam benak para pembuang sampah itu sehingga tega melakukan perusakan terhadap lingkungan.

 

Literasi Adalah Kunci Perubahan

                   

Bumi (13 tahun) yang kini juga mulai masuk pesantren kerap mengajak saya berdiskusi dengan melontarkan berbagai pertanyaan, di antaranya, “Kenapa sih orang-orang itu suka membuang sampah sembarangan? Padahal kan kita bisa lakukan 5 R, refuse, reduce, reuse, recycle, terus satu lagi ... rot.”

 

Pengelolaan sampah dengan bijak dapat menyelamatkan Bumi. (Dok: kompas.com)

 

Tentu Bumi tidak seketika itu mampu melontarkan pertanyaan retoris sekaligus jawabannya. Kemampuan itu ia kuasai karena sejak lama memiliki hobi membaca dan menyerap pengetahuan yang didapat dari buku-buku yang dibacanya. Sebagai seorang ibu dan pegiat literasi, saya telah mulai menularkan virus kecintaan pada membaca dan literasi sejak anak-anak kami masih bayi.

 

 

Mengenalkan mereka pada berbagai kegiatan literasi saya lakukan, baik dari rumah atau ketika saya pergi ke toko buku, perpustakaan, museum, blogger event, atau ketika mengikuti kegiatan komunitas, seperti FLP Jatim. Sisi positif yang kami dapatkan di antaranya mereka makin tumbuh dengan memiliki kebiasaan suka membaca dan mulai sadar literasi.

 

 Rumi dan Bumi sudah gemar membaca sejak masih kecil. (Dok: Pribadi)


Bagi saya, kesadaran terhadap literasi merupakan langkah untuk membuka wawasan dan mengubah hal-hal menjadi lebih baik. Bisa jadi, kesadaran mereka terhadap kebersihan diri pribadi (higiene) dan kebersihan lingkungan (sanitasi) juga merupakan hasil perjalanan panjang dalam mencintai literasi dan kesukaan membaca yang semakin luas.

 

Gaya Hidup 3 M; Membahagiakan Hati, Menyehatkan Tubuh, dan Menjaga Bumi

 

Mengapa saya berani menyatakan bahwa kesadaran literasi mampu mengubah sesuatu menjadi lebih baik? Jawabannya sering saya ungkapkan ketika mengisi acara-acara literasi, yaitu bahwa seseorang yang memiliki kesadaran literasi tidak hanya mampu membaca, tetapi juga sanggup melakukan hal-hal yang merupakan pemahaman dari hasil membaca tersebut.

 

Contohnya, ketika seseorang  mampu membaca “Kebersihan adalah pangkal kesehatan,” maka kesadaran berliterasi akan menuntunnya untuk mulai mengerti pentingnya kesehatan dan mulai berperilaku menjaga kebersihan sehingga ia berpeluang mendapatkan kondisi yang senantiasa sehat.

 

Siapa pun, termasuk setiap muslim, punya tanggung jawab menjaga lingkungan demi generasi masa depan. (Dok: MUI Pusat)


Itulah sebabnya, ketika ada seseorang yang bisa membaca “Buanglah sampah pada tempatnya!”, tetapi tetap membuang sampah sembarangan, maka itu berarti kemampuannya membaca belum membuatnya punya kesadaran berliterasi sehingga tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik, baru sebatas slogan tanpa aksi nyata. Kondisi inilah yang mungkin masih menyelimuti sebagian masyarakat kita.

 

Sebagai keluarga muslim, kami bahkan memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam menjaga kebersihan, baik diri pribadi, keluarga, dan lingkungan. “Kebersihan itu sebagian dari iman” merupakan sebuah value yang seharusnya dipegang oleh setiap individu muslim.

 

Berawal dari kebersihan inilah seluruh sendi keimanan akan terjalin utuh. Seluruh rangkaian ritual kami sebagai muslim tidak akan lepas dari kebersihan, baik jasmani maupun rohani, dan sudah seharusnya bersih menjadi sebuah gaya hidup (life style) dalam diri setiap pribadi.

 

1.    Keluarga Ceria dengan Higiene dan Sanitasi yang Terpelihara

 

Ketika melakukan aktivitas rutin sehari-hari, kami menjadikan kebersihan sebagai hal yang tidak bisa dilepaskan sejak bangun tidur di pagi hari hingga tidur kembali di malam hari. Saya termasuk ibu rumah tangga yang “cerewet” jika sudah berkaitan dengan kedisiplinan dan kebersihan.

 

Kebersihan diri pribadi, seperti mencuci tangan sebelum makan dan minum, mandi minimal dua kali sehari, mencuci piring setelah digunakan, pakaian yang bersih dan rapi hingga makanan dan minuman bergizi atau bernutrisi, dan lain-lain secara tertib ditanamkan dan dilakukan secara konsisten demi menjaga kesehatan diri kami sekeluarga.

 

Demikian pula dengan sanitasi. Kami senantiasa mengonsumsi air bersih untuk keperluan rumah tangga, menjaga kebersihan rumah (lantai dan kamar mandi), menyiapkan tempat pembuangan sampah, baik organik maupun anorganik, menjaga sarana pembuangan limbah agar tidak merusak lingkungan, menanam tanaman atau pohon, dan lain-lain.

 

Mungkin hal terberat tinggal di pesantren bagi kedua buah hati kami adalah beradaptasi dengan kebiasaan mereka yang selalu memilih tidur di lantai ketimbang di ranjang (tempat tidur). Cuaca Lamongan tempat tinggal kami memang lumayan panas sehingga tidur atau lesehan lebih terasa nyaman di lantai yang bersih dan sejuk.

 

Untunglah saya punya andalan dalam menjaga kebersihan lantai rumah karena ada Yuri Indonesia yang memiliki beragam produk perawatan rumah tangga, termasuk Lysorin sebagai cairan disinfektan atau pembersih lantai, yang berkualitas ekspor (Singapura dan Malaysia), harga terjangkau, dan kemasannya ramah lingkungan.

 

Lysorin dari Yuri bikin lantai aman dan nyaman untuk lesehan atau rebahan. (Dok: Pribadi)


Pilihan saya pada Lysorin dari Yuri tentu bukan tanpa alasan. Lysorin memiliki kualitas mumpuni untuk menjadi disinfektan andalan kami di rumah. Kemampuannya membersihkan lantai dengan membunuh bakteri dan kuman berbahaya membuat keluarga kami merasa aman dan terlindungi. 


Keluarga kami, apalagi Bumi yang lebih suka lesehan atau tiduran di lantai, merasa nyaman jika ingin membaca buku, bermain gameboard, atau sekadar mengobrol bareng sekeluarga sambil makan camilan dan minum teh/kopi di lantai, bahkan tanpa alas tikar/karpet sekalipun.

 

Lysorin memiliki aroma pinus yang membuat ruangan terasa nyaman. “Bau bersih” (istilah yang dipakai Bumi) yang meruap setelah mengepel lantai membuat kami tak sabar untuk membuat agenda kumpul keluarga dan bercengkerama bersama. Suasana menjadi lebih ceria karena yakin lantai sudah bersih dan harum sehingga tak lagi khawatir masih ada kotoran atau kuman berbahaya yang tertinggal.

 

Upaya kami sekeluarga menjaga kebersihan, baik higiene maupun sanitasi, ternyata mulai berbuah manis. Kedua putra kami yang kini tengah melanjutkan pendidikan di pesantren telah memiliki bekal kemandirian dan kedisiplinan. Mereka juga memiliki kemampuan dalam menjalani aktivitas harian mereka di pondok dengan selalu menjaga kebersihan.

 

Aktivitas keseharian kami di rumah yang senantiasa menjaga kebersihan sedikitnya sudah membentuk karakter suka kebersihan. Oleh karena itu, ketika memasuki kehidupan pondok pesantren, kedua putra kami tidak lagi merasa kesulitan.

 

2.    Kesehatan Terjaga dengan Produk Perawatan yang Bijak

 

Berhubung cuaca di Jombang relatif lebih adem ketimbang Lamongan, Bumi bisa lebih toleran dengan kebiasaan baru setelah tinggal di pesantren. Meski demikian, kami senantiasa mengingatkannya bahwa hidup bersih harus tetap diprioritaskan di mana pun kita berada.

                                  

Kami bersyukur, Bumi juga memiliki kebiasaan yang telah tertanam sejak dari rumah (keluarga). Bahkan ketika memilih barang-barang untuk dibawa ke pondok, termasuk alat kebersihan pribadi, ia sudah memiliki standar dan kriteria pilihannya sendiri. Sebagai anak yang juga memiliki bakat seni, ia selalu memilih produk yang memenuhi standar estetika di samping fungsi dan manfaatnya.

 

Uniknya, hingga memasuki pendidikan SLTP, Bumi masih menyukai produk kebersihan pribadi yang diperuntukkan bayi atau anak-anak. Saya sempat menahan senyum saat melihatnya berkemas dan memasukkan produk perawatan tubuh untuk bayi/anak-anak itu ke dalam tas kopernya. Meski demikian, Bumi sudah memahami bahwa produk dan kemasan yang digunakannya harus memiliki standar kebersihan dan keamanan.

 

Salah satu hobi Bumi adalah menggambar dan menyukai kartun atau animasi. Mungkin hal itu yang membuatnya cenderung memilih bentuk dan warna kemasan yang atraktif –penuh gambar kartun– dan aroma segar (buah). Tak heran jika ia menyukai produk sabun, sampo, dan pasta gigi untuk anak-anak, seperti dee dee dari Yuri. 


Jangankan Bumi yang suka pakai dee dee, saya pun sesekali ikut nebeng karena suka dengan aroma dan komposisi bahannya yang lembut. Jadilah momen mandi, terutama menggunakan shower (pancuran) membuat mood lebih ceria dan semangat, layaknya anak-anak yang selalu antusias.

 

3.    Menjaga Diri dan Bumi Melalui Kreativitas dan Kolaborasi

 

Kebiasaan dan perilaku bersih itu dari keluarga dan lingkungan rumah kami sendiri. Kesadaran ini muncul karena ternyata banyak sekali kerugian yang bisa kita dapatkan hanya dengan ketidakpedulian kita terhadap lingkungan sekitar kita. Bahkan dalam hal kebersihan keluarga dan lingkungan, kita membutuhkan kreativitas dan kolaborasi.

 

Sampah plastik harus ditangani dengan tepat agar tidak merusak lingkungan. (Dok: Banteng Muda Indonesia)


Kemasan plastik sekali pakai yang selama ini menjadi perhatian luas karena menyebabkan tumpukan sampah atau limbah, sedikit demi sedikit kami upayakan untuk diminimalisasi penggunaannya di rumah, misalnya dengan membawa tas atau wadah sendiri dari rumah ketika berbelanja. 


Kami juga berusaha ikut berperan serta menerapkan 5 R dalam menangani sampah. Apabila setiap rumah tangga mampu menerapkan hal ini, sebenarnya penanganan sampah akan lebih terkelola dan terkendali.

 

Kreativitas dalam mengolah sampah plastik, terutama menjadikannya barang yang bisa dipakai dan dimanfaatkan kembali tentu akan mengurangi limbah, bahkan bisa menguntungkan dan menambah pemasukan (ekonomi). 


Kolaborasi antaranggota keluarga dan masyarakat lain juga akan semakin meminimalisasi kerusakan lingkungan akibat sampah, seperti melalui kerja sama dengan warga (PKK), komunitas (literasi, religi, seni, lingkungan, dan lain sebagainya), atau pemerintah daerah di wilayah masing-masing.

 

Pada titik inilah, pemahaman yang lahir dari literasi dan didukung oleh kreativitas dan kolaborasi antar-stakeholder di masyarakat mampu melahirkan kepedulian dan penanganan sampah yang holistik. Jadi, sungguh jangan remehkan peran keluarga dalam memberikan sumbangsih bagi penyelamatan Bumi dari sampah! 

 

Keluarga Bahagia Berkat Kesehatan Terjaga dan Bumi Terpelihara

 

Bersih memang akan membuat nyaman dan menjadikan kita jarang terkena penyakit. Kesehatan juga bukan sesuatu yang sulit dilakukan. Kita hanya butuh kepedulian dan kedisiplinan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup yang sehat juga menghindarkan diri kita dari biaya perawatan akibat penyakit. Salah satu caranya dengan memilih produk perawatan diri dan rumah tangga yang berkualitas dan ramah lingkungan.

 

Yuk, tangani sampah mulai dari diri sendiri dan keluarga agar Bumi tetap terjaga. (Dok: Republika.co.id)


Bayangkan jika dalam skala nasional anggaran kesehatan tahun 2025 yang mencapai Rp105,6 triliun bisa dihemat dan digunakan untuk program yang lebih prioritas bagi masyarakat, seperti makan yang bergizi (peningkatan nutrisi masyarakat dan mencegah stunting), swasembada pangan dan perbaikan sektor kesehatan (kompas.id), dan lain-lain, termasuk pendidikan.


Bukan mustahil, dimulai dari lingkup terkecil, yaitu keluarga yang bersih dan sehat akan melahirkan kualitas masyarakat yang kuat dan mampu bersaing dengan penuh tanggung jawab pada kelestarian lingkungannya di kancah masyarakat global. 

 

Yuk, kelola sampah kita agar lingkungan tetap bersih karena ingatlah: Kebersihan adalah investasi terbaik untuk kesehatanmu! (Pravin Agarwal)