Tampilkan postingan dengan label zakat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label zakat. Tampilkan semua postingan

Walaupun tujuh tahun telah berlalu, tak mungkin saya lupakan kejadian itu. Suatu pagi, saat saya masih tinggal di Bogor, seorang tetangga datang ke rumah. Bukan tetangga di kompleks perumahan, melainkan dari kampung sebelah. Kebetulan rumah kami terletak di ujung jalan yang berbatasan langsung dengan gerbang ke kampung. Wanita paruh baya inisebut saja namanya Bu Hasnameminta agar saya mempekerjakannya. Terserah: menyapu, mengepel, menyeterika, bersih-bersih apa pun dia sanggup demi mendapat cuan. 


Meluaskan manfaat bersama LMI, berdaya bersama majukan negeri. (Foto: dok. LMI)

Karena pekerjaan rumah semua sudah kami tangani, kami jelas tak perlu pembantu. Maka saya lantas memberikan sedikit uang yang bisa ia pakai untuk membeli beras selama beberapa hari. Saya lihat wajahnya sangat gembira. Berpamitan dengan penuh semangat hingga bayangannya hilang di balik gerbang.


Tunggakan SPP bikin anak enggak pede

Saya sampaikan fragmen pertemuan saya dengan Bu Hasna kepada suami. Seketika kami tertegun, lebih-lebih suami saya yang gampang terenyuh. Masalah utama yang dihadapi Bu Hasna bukan hanya becak suaminya yang sedang rusak sehingga ia tak bisa mencari penghidupan.  


Yang lebih mendesak adalah pelunasan SPP sang anak yang duduk di SMK. Dia harusnya hendak lulus tapi malu sekolah sebab tunggakan SPP masih berlimpah. Berbulan-bulan lamanya SPP tak terbayarkan hingga mencapai berjuta rupiah nilainya. Sebagai pekerja lepas dengan bayaran tak tetap, kami tentu tak sanggup membayarnya.


Kami sendiri tengah berhemat sehingga pekerjaan domestik sebisa mungkin kami tangani sendiri. Kalaupun ada yang bisa disisihkan, jumlahnya tak besar sebagaimana sudah saya angsurkan kepada Bu Hasna pagi itu.


Lembaga Amil Zakat jadi penyelamat

Setelah merenungkan masalah yang dihadapi Bu Hasna, suami saya mendadak teringat pada sebuah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang lokasinya tak jauh dari rumah kami. Kebetulan saat itu kami baru saja memutuskan menjadi orang tua asuh untuk seorang anak SMP melalui LAZ tersebut. Kami berada di tahun pertama program di mana kami wajib menyetor dana secara rutin per bulan ke rekening LAZ itu. 


Tanpa berlama-lama, saya minta suami bergegas mendatangi kantor LAZ dimaksud. Tujuannya untuk menjajaki kemungkinan bisa tidaknya tunggakan SPP anak Bu Hasna dibantu soal pembayaran. Setelah mendengarkan penuturan suami, tim LAZ berjanji akan menindaklanjuti meskipun tidak menjamin bisa menutup semua tunggakan yang ada.


Saya senang bukan main ketika akhirnya LAZ tersebut berkenan bersilaturahmi ke rumah Bu Hasna. Mereka melakukan pendataan sekaligus wawancara untuk menggali data. Bagi kami itu progres yang wajib disyukuri meskipun pelunasan tunggakan belum disanggupi. Sampai suatu hari kabar gembira itu tiba. Lembaga Amil Zakat yang kami mintai tolong rupanya berkenan melunasi seluruh tunggakan SPP anak Bu Hasna. 


"Terima kasih, Bu. Terima kasih atas bantuan Ibu sehingga tunggakan anak saya sekarang lunas. Dia enggak malu lagi ke sekolah, dan bisa lulus enggak ada masalah." Demikian ujar Bu Hasna, berulang-ulang berterima kasih sebagai ungkapan rasa syukur dengan mata berkaca-kaca.


Bu Hasna sengaja datang ke rumah kami demi mengabarkan berita besar itu sekaligus berterima kasih. Kami tentu saja ikut berbahagia walau kami tidak ikut membayari. Namun dari kisah Bu Hasna kita bisa belajar bahwa LAZ bisa menjadi penyelamat, dalam hal ini melalui pemberdayaan dana zakat, infaq, dan sedekah. 


Anak Bu Hasna mengalami kendala dalam biaya pendidikan. Lalu LAZ datang membawa jalan keluar. Bantuan ini bisa dikategorikan sebagai beasiswa dan sejumlah ulama memperbolehkan jatah fi sabilillah untuk dipakai sebagai beasiswa. Fakta lain mengonfirmasi bahwa Bu Hasna termasuk keluarga miskin yang layak menjadi mustahik.


Kabar yang juga menggembirakan hati kami adalah janji LAZ tersebut untuk membuatkan program pemberdayaan ekonomi bagi warga kampung tempat tinggal Bu Hasna agar bisa berdaya lewat potensi lokal yang mereka miliki. Harapannya, lama-lama mereka akan bangkit dari mustahiq menjadi muzakki yang produktif sehingga dapat menolong Hasna-Hasna lainnya. 


Meluaskan manfaat bersama LMI

Kisah pendek itu nyata dan tanpa rekayasa, yang menegaskan bahwa peran Lembaga Amil Zakat sangat krusial dalam pemberdayaan sosial. Rakyat yang membutuhkan bisa mengajukan permohonan agar bebannya diringankan. Mereka yang kesulitan karena sistem atau nasib bisa ditopang lewat berbagai program. Masalahnya adalah menemukan LAZ yang tepercaya baik dalam penghimpunan dana dari donatur maupun penyalurannya kepada mereka yang benar-benar membutuhkan secara transparan.


Sebut saja Lembaga Manajemen Infaq atau biasa dikenal dengan nama (LMI). Lembaga filantropis yang berkantor utama di Surabaya ini dikelola secara profesional sejak didirikan pada tahun 1995. LMI selalu berupaya mewujudkan komitmen untuk memberdayakan masyarakat yang membutuhkan sesuai perspektif agama. Penghimpunan dana entah berupa zakat, infaq, sedekah, dan wakaf semuanya didedikasikan untuk kemaslahatan umat. 


Kiprah selama 28 tahun tentunya bukan perjalanan yang singkat. Pengabdian LMI selama hampir tiga dasawarsa adalah bukti kuatnya komitmen untuk memajukan negeri tercinta. LMI mendapatkan SK LAZDA Jawa Timur pada tahun 2005 dan SK LAZNAS pada tahun 2016. Setelah itu andilnya sebagai LAZ menorehkan prestasi gemilang ketika didapuk sebagai LAZNAS dengan Pendayagunaan Terbaik Nasional pada tahun 2017. Prestasi berikutnya yang tak kalah hebat adalah lembaga dengan Penggalangan Dana Langsung Terbaik 2020 yang diberikan oleh Indonesian Fundraising Award.


Kontribusi nyata LMI dalam upaya meluaskan manfaat dirasakan oleh wanita energik bernama Refni. Ibu dua anak ini adalah seorang petani hidroponik yang tergabung dalam kelompok Kampung Hidroponik yang mengelola sepetak tanah wakaf di Depok, Jawa Barat. Bu Refni semula bekerja sebagai buruh cuci dan tukang seterika secara serabutan. Kini nasibnya berubah begitu ia produktif menanam kangkung dan pokcoy yang ia nikmati panennya.


Bu Refni makin happy dari panen kangkung dan pokcoy. (Foto: dok. LMI)


Janda asal Payakumbuh, Sumatera Barat ini bukan hanya memanen cuan dari sayur hidroponik yang ia tanam, tetapi juga memetik energi kebangkitan. Berkat usahanya ini ia mampu memenuhi kebutuhan kedua anaknya baik harian maupun dana pendidikan. Buah hatinya yang duduk dibangku kelas 8 SMP dan 4 SD tengah membutuhkan dana yang tidak kecil supaya bisa menuntaskan pendidikan mereka. Dan dari kebun hidroponiknyalah income dihasilkan.


“Alhamdulillah dengan terlibat dalam hidroponik ini saya mendapat penghasilan tambahan, yang awalnya hanya bisa untuk makan sekarang bisa menambah uang belanja dan biaya sekolah anak saya,” ujar wanita berusia 42 tahun yang telah seperempat abad menetap di Depok.


Ibu yang tinggal di Kampung Sidamukti, Sukamaju, Kecamatan Cilodong, ini meyakini bahwa prospek sayur hidroponik ini sangat bagus sehingga layak ditekuni. Asalkan kebun hidroponik dan kesehatan sayur dipastikan bagus, maka pasar terbuka lebar. Refni bukan hanya belajar kesabaran, tetapi juga belajar menyiapkan sumber makanan yang menyehatkan. Sayur sehat dengan kandungan nutrisi berlimpah menjadi nilai jual yang dicari para pembeli. Dia bersyukur LMI terus memberikan pembinaan juga evaluasi sehingga usaha hidroponik bersama kelompoknya dapat berjalan berkesinambungan. 


Menyiapkan kemandirian



LMI layak jadi pilihan bukan hanya karena kredibilitasnya, tetapi juga lantaran beragam program yang dihelat. Salah satu kegiatan yang relevan dengan kebutuhan kekinian adalah public speaking. Program positif semacam ini akan mendorong anak-anak muda untuk menyiapkan diri dengan salah satu dari 4 skill utama yang dibutuhkan pada abad ke-21 yakni 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking, and Creativity). 


Anak muda akan punya bekal saat memasuki dunia kerja atau ketika merintis usaha sendiri. Karena kemampuan berbicara di depan publik bisa digunakan saat presentasi produk, pitching bisnis, atau mencari investor. Kemampuan public speaking yang mumpuni akan membuat mereka percaya diri dan akhirnya meraih kemandirian.


Mulai sekarang, sobat semua harus teliti memilih LAZ sebagai tempat berdonasi atau membayar zakat. Jadilah donatur bijak untuk mendorong kemajuan lewat pemberdayaan rakyat yang punya banyak potensi. Baik Bu Refni maupun kisah Bu Hasna bisa terjadi di mana-mana. Kalau ingin berpartisipasi dalam perjalanan ibadah dan energi pemberdayaaan, ayo meluaskan manfaat bersama LMI. 


Untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai LAZ ini, sobat bisa mengakses website LMI yang ada di http://lmizakat.id/. Selain itu, media sosial LMI juga terus aktif untuk mengabarkan program dan menawarkan kemajuan bagi banyak orang. Kulik Facebook dan Instagram untuk mendapatkan update terbaru lebih-lebih selama Ramadan agar berjalan penuh keberkahan.


Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog “Meluaskan Manfaat” yang diselenggarakan oleh Lembaga Manajemen Infaq dan Forum Lingkar Pena.


Apakah ada sobat pembaca yang ingin meramaikan lomba inspiratif ini? Silakan klik akun Instagram LMI berikut ini untuk mendapatkan informasi selengkapnya. Saatnya berbagi inspirasi dan berpeluang mendapatkan sedikit rezeki. Mau?