Para pengendara mobil atau motor yang menyusuri jalan raya sepanjang Mantup (Lamongan) hingga Ploso (Mojokerto) menuju Diwek (Jombang) di Jawa Timur mungkin akan merasa akrab dengan pemandangan indah jajaran hutan jati, pepohonan kayu putih, tebu, persawahan, dan pinggiran Sungai Brantas.
Jalur Lamongan-Jombang yang dihiasi hutan jati
meranggas di musim kemarau. (Foto: dok. Pribadi)
Salah satu hal yang menarik perhatian
adalah pemandangan figur-figur yang mengelola hutan dan persawahan sepanjang
jalur perjalanan itu. Mereka tampak sudah setengah baya, atau bahkan sebagian
besar sudah mulai sepuh. Tak banyak tampak anak muda yang ikut bergelimang
tanah atau tanaman di sana.
Mungkin pemandangan ini juga yang
mengusik batin seorang Rizki Hamdani, peraih Apresiasi 11th Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2020 kategori bidang lingkungan sebelum akhirnya
ia membuat sebuah gebrakan untuk mengangkat citra petani muda milennial
berwawasan ramah lingkungan.
Rizki Hamdani. (Foto: dok. Satu Indonesia Awards)
Berawal dari Keresahan Berujung Upaya Untuk Memberdayakan
Rizki yang merupakan putra asli Bireun, Aceh mungkin tak pernah
menyangka jalan hidupnya akan sampai pada fase di mana ia bertempat tinggal di
Jombang, daerah yang sangat dikenal sebagai Kota Santri. Ketika
ikut serta temannya untuk sambang saudaranya ke pondok pesantren di kota ini,
hatinya tertambat pada Silvia Nur Rochmah, seorang santri cantik asal Jombang yang kelak menjadi istrinya.
Setelah
pernikahan telah berjalan beberapa waktu, ia memutuskan untuk mundur dari
tempat bekerjanya di Jakarta. Ia kemudian pindah ke Jombang, daerah tempat kelahiran
istrinya, dan mulai berwirausaha dengan melakukan budidaya ikan lele yang kemudian
berkembang dengan sangat baik.
Pada
masa-masa itulah, ia sering berkeliling di daerah sekitar tempat tinggalnya dan
menyaksikan dunia pertanian yang semakin lama semakin terpinggirkan akibat
tidak ada regenerasi para petani yang telah berusia senja. Petani di mana pun memang menjadi sebuah
profesi yang saat ini sangat krusial, dalam artian rumit, tetapi sangat
menentukan kehidupan masyarakat.
Sawah sebelum ditanami bibit padi. (Foto: dok. IG Ponpes Fathul Ulum)
Melihat
fenomenanya, banyak generasi
muda yang
cenderung kekurangan minat di dunia pertanian. Mereka menghindari profesi
petani karena telanjur identik dengan pekerjaan yang kasar, kurang keren, dan
dianggap belum dapat dijadikan sebagai sandaran hidup. Anak-anak muda lebih
banyak yang memilih untuk menjadi karyawan atau buruh di pabrik ketimbang
menjadi petani.
Hati
kecilnya terketuk. Bagi Rizki, keadaan
ini sangat mengkhawatirkan karena jika diabaikan masa depan pertanian terlihat sangat suram. Padahal pertanian adalah penghasil
makanan dan kehidupan bagi umat manusia. Potensi bidang pertanian juga sangat besar di mana Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia di sektor
agribisnis ini sangat
tinggi.
Ia
merasa garis takdirnyalah yang mempertemukannya dengan beberapa santri dari
Pondok Pesantren Fathul Ulum atau dikenal dengan Pondok Gardu Laut. Mereka
sering datang untuk melihat, berkunjung, dan akhirnya belajar di tempat Rizki
membudidayakan lele.
Rizki dan para santri binaannya. (Foto: dok. Kukuh
Bhimo Nugroho)
Mereka
ternyata juga melakukan budidaya yang sama di pondok pesantren (ponpes) tempat
mereka mondok. Kabar tentang aktivitas mereka akhirnya sampai kepada pengasuh
Pondok Pesantren Fathul Ulum, KH Ahmad Habibul Amin (Kiai Amin). Mereka pun
kemudian sepakat untuk bertemu dan membicarakan usaha tersebut.
Pertemuan yang Membangkitkan Semangat Untuk Hari Ini dan Masa Depan Indonesia
Pesantren
Fathul Ulum termasuk kategori
pesantren salaf dan
(saat ini) memiliki sekitar 340 santri putra dan putri. Pondok pesantrennya terletak sekitar delapan
kilometer arah selatan makam KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) atau tepatnya di Desa
Puton, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pondok pesantren yang lokasinya dekat dengan perkampungan
ini sebelumnya sudah memiliki wirausaha, tetapi belum berkembang.
Menurut Rizki, pondok pesantren yang jumlahnya cukup
banyak, termasuk di Jombang, Jawa Timur bisa menjadi target yang potensial untuk meregenerasi sistem
pertanian. Tetapi saat itu ia masih belum membuat konsepnya secara sistematis.
Pada pertemuan atau kunjungan pertama
di tahun 2016
itu, Rizki dan Kiai Amin setuju untuk
saling berkolaborasi atau bekerja sama serta berbagi peran. Rizki diminta membantu untuk membangun sisi entrepreneur di
kalangan santri yang sudah dirintis Kiai Amin agar beliau bisa fokus pada sisi pendidikan para santri di pondok
pesantren tersebut.
Rizki dan Kiai Amin
saling sinergi dan kolaborasi. (Foto: dok. Kukuh Bhimo Nugroho)
Rizki yang merupakan alumnus Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi ”konsultan” tidak
resmi bagi santri Ponpes Fathul Ulum selama beberapa tahun. Kiai
Amin mempercayakan Rizki Hamdani untuk menjalankan program santripreneur
dan pesantrenpreneur karena melihat sosok Rizki yang kapabel dan
terbukti jujur serta istiqamah atau pantang menyerah.
Sinergi
dan kolaborasi dari keduanya di kemudian hari melahirkan banyak pencapaian yang
melahirkan berbagai manfaat, baik bagi santri di pondok pesantren Fathul Ulum
maupun masyarakat sekitarnya.
Menggugah Santri Untuk Menjadi Petani dan Pengusaha Milenial yang Sadar Lingkungan
Pada
tahun 2018, Ponpes Fathul Ulum masuk dalam program Desa Sejahtera Astra
(DSA). Pengaruh dari program santripreneur dan pesantrenpreneur
itu ternyata menjadikan Ponpes Fathul Ulum berhasil meraih juara III dalam KBANNOVATION dengan tema ”Inovasi Kita, Inspirasi
Negeri” pada tahun 2019.
Desa Sejahtera Astra (DSA) di
Ponpes Fathul
Ulum itu merupakan program yang termasuk program berkelanjutan dari pemerintah
dan juga menjadi salah satu program Corporate
Social Responsibility (CSR) yang diberikan oleh Astra Internasional kepada
beberapa pondok pesantren, salah satunya Ponpes Fathul Ulum Jombang, Jawa Timur.
Para santri tengah
berkebun. (Foto: dok.
IG Ponpes Fathul Ulum)
Selanjutnya, Rizki membantu membuatkan konsep pengembangan santripreneur (santri
yang berjiwa pengusaha) dan pesantrenpreneur
(pesantren yang menjadi kekuatan ekonomi) dengan menambahkan sosiopreneur
untuk aktivitas santri
di
pesantren yang memberi manfaat bagi masyarakat
di sekitar ponpes
tersebut.
Oleh karena itulah, muncul gagasan atau ide untuk membentuk sebuah kelompok
wirausaha bernama Kelompok Santri Tani Milenial (KTSM) di Pondok Pesantren
Fathul Ulum,
Jombang. Rizki bersama ponpes tersebut menggerakkan program untuk mengelola usaha pertanian ramah lingkungan atau disebut
dengan Sistem Pertanian Terpadu (Integrated Farming System/IFS).
Sistem pertanian terpadu di KTSM ini
memadukan komponen pertanian, perikanan, peternakan, dan lingkungan. Misalnya,
limbah air kolam ikan lele disalurkan sebagai pupuk tanaman atau mengembangkan batang pohon sorgum untuk
pakan ternak. Pengolahan limbah ini memiliki keuntungan ganda, baik dari sisi pelestarian lingkungan maupun pemberdayaan ekonomi. Pembuatan
pupuk organik ini juga
sangat
mendukung kemandirian Ponpes Fathul Ulum, terutama setelah didukung dan dibina
oleh Yayasan Bengkel Bumi Indonesia.
Santri tidak lagi
mengandalkan pupuk dari pabrik. (Foto: dok. Kukuh Bhimo Nugroho)
Dalam
perjalanannya menggerakkan program KTSM, Rizki Hamdani juga memperhatikan segi sosiopreneur,
yaitu
aktivitas santri di pesantren yang memberi manfaat bagi masyarakat di sekitar ponpes tersebut, khususnya terhadap
lingkungan. Selain penggunaan Sistem
Pertanian Terpadu atau Integrated Farming System
(IFS), upaya Rizki untuk meningkatkan
kualitas lingkungan juga dengan membina para santri menanam 90 ribu
bibit sengon yang dibagikan gratis untuk masyarakat di tiga desa.
Terkait
upaya ini, Rizki mendapatkan bantuan yang berasal dari Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) berkat mediasi salah satu anggota anggota Komisi IV
DPR RI yang membidangi pertanian, lingkungan hidup dan kehutanan serta kelautan
dan perikanan.
Melalui mediasi tersebut, KSTM mendapat
bantuan program Kebun Bibit Rakyat senilai Rp350 juta untuk pengadaan 210 ribu
bibit sengon dan jati. Bantuan dibagi buat tujuh kelompok KSTM, di mana para
santri di tujuh pesantren bertugas menyiapkan bibit-bibit tersebut, termasuk 90
ribu bibit sengon di Fathul Ulum tadi.
Rizki,
Kiai Amin, dan beberapa santri Ponpes Fathul Ulum. (Foto:
dok. Kukuh Bhimo Nugroho)
Rizki
juga mendapatkan berbagai dukungan, di
antaranya dari Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
serta Hutan Lindung Brantas,
Bupati Jombang, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Gubernur Khofifah dengan program One Pesantren
One Product (OPOP) yang memiliki tiga pilar yakni santripreneur, pesantrenpreneur, dan sosiopreneur.
Bersinergi dan Berkolaborasi Demi Mencetak Generasi Anfa’ (Lebih Berdaya dan Bermanfaat)
Rizki
yang telah memiliki
tiga orang anak itu selalu rutin
datang ke Ponpes Fathul
Ulum. Ia telah
diberi amanah oleh Kiai Amin sejak 2016 dan berkomitmen untuk membantu mengelola dan sekaligus membimbing para
santri agar piawai bertani dan beternak sekaligus mengajarkan manajemen usahanya. Amanah
ini dilakoni Rizki
sepenuh hatinya karena ia mengakui
telanjur jatuh cinta pada dunia wirausaha dan pertanian.
Santri
memiliki waktu khusus untuk mengurus wirausahanya. (Foto:
dok. Kukuh Bhimo Nugroho)
Rizki dan Kiai Amin bersepakat bahwa para santri harus
menjadikan Ponpes Fathul Ulum sebagai laboratorium demi
menemukan dan mengasah gairah pertanian mereka. Tujuannya, agar mereka kelak
bisa menjadi pengusaha mandiri yang justru membuka lapangan kerja dengan
mempekerjakan orang dan bukan sebagai pencari kerja. Pesantren
juga harus memiliki usaha produktif agar para santri bisa memperoleh
penghasilan sendiri dan tidak selalu bergantung
pada kiriman
orangtuanya.
Puluhan sapi dirawat oleh para santri.
(Foto: dok. Kukuh Bhimo Nugroho)
Pondok Pesantren Fathul Ulum yang juga dikenal dengan nama
Pondok Gardu Laut
ini merupakan ponpes pertama yang menjadi proyek percontohan. Tidak semua
ponpes melakukan
seluruh empat komponen usaha karena disesuaikan dengan bidang dan kapasitasnya masing-masing. Oleh karena itu,
keuntungan yang diperoleh setiap ponpes pun berbeda-beda.
Ponpes Fathul Ulum memiliki kandang dan lahan pertanian di areal pesantren seluas 2,5
hektare. Para santri setiap hari beraktivitas memelihara dan mengurus sekitar 250 bebek pedaging, 30
kambing, 16 sapi potong, berbagai jenis ikan seperti ikan patin, lele, nila,
dan mujair di 40 kolam bioflok atau kolam
buatan beralas terpal berdiameter 4 meter dan kedalaman 1 meter.
Kolam-kolam bioflok tempat memelihara ikan. (Foto: dok. IG Ponpes Fathul Ulum)
Ada pula
santri yang menanam tomat,
cabe, terong, kol, bibit durian juga sengon. Para
santri beraktivitas bertani, berkebun, atau beternak setelah selesai kegiatan
Shalat Subuh dan mengaji. Mereka mengikuti jadwal atau ritme yang telah disesuaikan agar
kegiatan mencari ilmu dan usaha tersebut dapat dilakukan dengan pola saling
mendukung satu sama lain.
Hal yang tak kalah penting adalah ketika para santri
tersebut lulus, mereka tidak dilepas begitu saja. Mereka mendapat bantuan modal
usaha di bidang pertanian, perkebunan, atau peternakan serta disiapkan pula life
skill-nya agar dapat mandiri saat kembali ke masyarakat. Hal tersebut demi
menghindari ketergantungan mereka terhadap pemberian orang ketika melakukan
syiar atau dakwah.
Mereka tidak akan menjadikan ayat-ayat Allah sebagai alat transaksional,
seperti saat diminta
ceramah, mereka tidak akan berharap mendapatkan amplop atau bayaran.
Di samping berwirausaha, Rizki juga menjadi Koordinator
Fasilitator Lokal Desa Sejahtera Astra Pondok Pesantren Wilayah Jawa Timur.
Ia bekerja sama dengan pondok pesantren
menyediakan fasilitas berupa kolam, bibit, dan pakan ikan. Para santri juga
diberi kebebasan memilih bidang sesuai passion dan tidak ada paksaan. Mereka diharapkan sudah memiliki usaha sendiri ketika lulus
pesantren dan kembali
ke masyarakat.
Ketika mereka memilih suatu bidang yang mereka minati,
mereka akan dibantu melalui diskusi untuk membuat rancangan usaha, besaran
modal, analisis keuntungan maupun kerugiannya beserta risikonya. Melalui program Kelompok Santri Tani
Milenial ini, Rizki juga memutus mata rantai distribusi atau perdagangan yang
selama ini terlalu panjang. Tujuannya agar santri bisa mendapatkan penghasilan
yang lebih baik ketika masa panen tiba. Misalnya, mereka bisa langsung menjual
hewan ternaknya ke rumah potong hewan tanpa harus melalui tengkulak.
Santripreneur Bergulat dengan Tantangan dan Harapan
Rizki bersama pondok pesantren juga membentuk Badan Usaha
Milik Pesantren (BUMP). Lembaga ini dibuat dengan tujuan memisahkan harta
kekayaan milik pesantren dengan harta milik kiai (pengasuh ponpes) sehingga
tidak saling bercampur aduk dan bisa menjadikan pesantren lebih mandiri. BUMP juga bukan bertujuan sekadar
mencari keuntungan, tetapi hal yang lebih
utama adalah mencetak
santripreneur andal.
Nikmati mengaji, nikmati pula dunia peternakan. (Foto:
dok. Kukuh Bhimo Nugroho)
Para santri yang mengikuti program KTSM akan mendapatkan
hasil dari penjualan panen mereka. Pembagian tersebut memiliki besaran 35%
untuk santri, 25% untuk Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP), 30% untuk investor,
dan 10% untuk infak. Mereka juga tentu tak lupa mengeluarkan zakat sesuai
dengan ilmu agama yang
telah diajarkan di pondok pesantren.
Sedekah
(infak) ini diberikan untuk menyubsidi para santri kecil-kecil atau santri yang
berasal dari kalangan kurang mampu secara ekonomi. Dengan demikian, mereka benar-benar
menerapkan prinsip yang diajarkan di pondok pesantren yang menyatakan bahwa
manusia yang terbaik adalah mereka yang anfa’ atau memberi manfaat lebih
bagi manusia lainnya.
Di sisi lain, pesantren
salaf (khusus mempelajari
ilmu-ilmu agama Islam) yang masih dipandang mayoritas masyarakat sebagai
pesantren kelas dua karena
tak memiliki pendidikan umum (formal) sebagaimana pesantren
modern
turut terangkat melalui program ini. Adanya santripreneur dan pesantrenpreneur
di Ponpes Fathul Ulum
menunjukkan
bahwa pesantren salaf juga sangat layak dipertimbangkan.
Santri
tetap bisa memperoleh ijazah SD, SMP, atau SMA, melalui program kelompok belajar (kejar) atau pendidikan kesetaraan. Penerapan
santripreneur juga
membuat dua universitas di Jombang tertarik dan memberikan
beasiswa untuk kuliah di Fakultas Pertanian, yaitu di Program Studi Teknologi Pertanian
Universitas KH Wahab Hasbullah (Unwaha) dan di Program Studi Agribisnis Universitas Darul ‘Ulum (Undar).
Biaya
hidup sebulan
di pesantren, termasuk biaya
belajar, mondok,
makan, dan
membeli berbagai keperluan seperti sabun dan odol tercukupi dari hasil wirausaha para santri tersebut di unit
usaha BUMP. Rata-rata
sebulan mereka bisa
mendapat bagi hasil Rp500 ribu sampai Rp1 juta tergantung hasil panen dan kondisi
pasar. Mereka juga bisa menabung
dan mempergunakan uangnya untuk keperluan mengaji atau kuliah, seperti
membeli buku atau fotokopi.
Para santri bisa
mandiri dengan berwirausaha pertanian. (Foto: dok. Ponpes Fathul Ulum)
Para
santri yang bergabung dengan KTSM kini semakin mandiri dan tidak mengandalkan kiriman dari
orangtuanya karena kebutuhannya sudah dicukupi dari hasil wirausaha mereka.
Omzet yang dihasilkan oleh para santri Pondok Pesantren Fathul Ulum bisa
mencapai ratusan
juta per bulan. Bahkan kelompok
tani sorgum bisa meraih omzet hingga Rp60 juta per bulan. Hal tersebut dicapai
setelah mereka diberi fasilitas pengolahan pascapanen untuk menjual produk
olahan sorgum di area peristirahatan (rest area) di Tol Trans Jawa.
Ada sekitar 40 KSTM –di mana satu KSTM beranggotakan 15-20
orang– dari sekitar 20 ponpes di Jombang yang telah terdaftar sebagai anggota
hingga saat ini. Hal yang menggembirakan, anggota KSTM tersebut tidak terbatas
dari para santri yang masih belajar di pondok, tetapi ada juga yang merupakan
alumni pondok pesantren. Setidaknya sudah lebih dari 500 santri yang bergabung
dalam KTSM ini.
Ikhtiar Rizki yang didukung Kiai Amin menjadikan Ponpes Fathul
Ulum proyek percontohan (pilot project) santripreneur dan pesantrenpreneur
membuat
beberapa pengasuh pesantren salaf lain mulai melirik. Beberapa ponpes yang
tergabung di KSTM, di antaranya Pesantren Al-Falah Kecamatan Perak asuhan Kiai
Nasichudin, Pesantren Sunan Kalijogo Kecamatan Kesamben asuhan Kiai Nurul
Zuhda, Pesantren Fatahul Mubin Kecamatan Wonosalam asuhan Kiai Basuki, dan
Pesantren Al-Idrisiyah Kecamatan Megaluh asuhan Kiai Hadiono.
Dukungan dari Kiai Amin yang merupakan
pengurus Rabithah Ma’ahid Al-Islamiyah Nahdhatul Ulama (NU) Jawa Timur bidang perekonomian
dan kerja sama pesantren memberikan suatu keberuntungan bagi Rizki. Kiai kelahiran
Cepu, Jawa Tengah ini
tentu
memiliki relasi kuat di antara pengasuh pesantren di Jombang. Dukungan tersebut membuat
mimpi
Rizki melahirkan petani-petani muda andal mulai menampakkan hasil.
Santri
masih
butuh dukungan, termasuk dalam teknologi pertanian.
(Foto: dok. IG Ponpes Fathul Ulum)
Impian untuk berinteraksi dengan para petani
milenial yang merupakan
kalangan santri diyakini
Rizki semata
takdir Allah. Ia merasa diberi kemudahan oleh Allah di mana tugasnya justru
menjadi lebih ringan karena para santri pasti mengikuti apa yang diperintahkan
oleh kiainya, termasuk untuk mempelajari wirausaha pertanian.
Meski
demikian, Rizki mengakui bahwa program santripreneur ini pun tak lepas
dari berbagai tantangan. Banyak hal yang masih membutuhkan solusi dan
penanganan agar program ini dapat terus berlanjut. Beberapa kendala sering
dihadapi sehingga membuat para santri perlu mendapat suntikan semangat dan
optimisme.
Kendala yang hingga kini menjadi tantangan Rizki antara
lain hasil panen yang mengalami pasang surut sehingga berimbas pada besaran
penghasilan para santri, terbatasnya alat atau teknologi pertanian dan
peternakan yang digunakan, ancaman gagal panen yang kadang kala di luar kendali
sebagaimana halnya cuaca atau hama, serta penanganan sisi psikologi atau
kepribadian santri yang masih muda dan masih suka bermain.
Usia
mereka yang masih sangat muda dan belum banyak pengalaman hidup membutuhkan
bimbingan lumayan besar agar benar-benar dapat menjaga semangat wirausaha
mereka. Di sinilah pentingnya sinergi dan kolaborasi pendidikan di pondok
pesantren, khususnya Pondok Pesantren Fathul Ulum dengan KTSM.
Santri
selalu dibimbing,
baik sisi tarbiyah maupun enterpreneur. (Foto: dok. IG Ponpes Fathul Ulum)
Para santri dipersiapkan dari sisi tarbiyah/pendidikan
lebih dulu berupa ilmu dan kemandirian, lalu dianalisis sebelum mereka
dinyatakan mampu melanjutkan ke program santripreneur. Rizki menyatakan
bahwa ia sangat bersyukur dapat membuat program yang tepat sasaran dan memiliki
social impact (dampak sosial) yang besar sebagaimana telah mereka
rasakan bersama. Saat ini Rizki dan KTSM masih terus mengepakkan sayap
dan sedang bekerja sama secara
intens dengan Universitas Surabaya
(UBAYA) dan beberapa perusahaan.
Apresiasi Astra yang Semakin Mengobarkan Semangat dan Inovasi
Santri
dan pondok pesantren telah
terbukti menjadi salah
satu kekuatan
besar sejak masa perjuangan yang rela mengangkat senjata melawan penjajah di bumi Nusantara. Hari
Santri yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober adalah salah satu bentuk
pengakuan dan penghargaan negara atas peran santri dan kiai di pondok pesantren yang
tertuang dalam Keppres RI Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri.
Kini, perjuangan para santri
dan kiai telah berubah bentuknya. Santri dan kiai kini berjuang untuk mengisi
kemerdekaan dengan membangun masyarakat dan negara di segala bidang kehidupan. Pondok
pesantren
masih
dianggap sebagai salah satu institusi pendidikan yang dapat diandalkan untuk
melahirkan generasi yang memiliki ketinggian akhlak dan keilmuan.
Masa
depan pertanian Indonesia juga berada di tangan para santri
(Foto: dok. Ponpes
Fathul Ulum)
Saat
ini, santri yang masuk dalam generasi milennial dan gen Z jumlahnya cukup
signifikan. Kementerian Agama
mencatat bahwa pada 2022/2023, pesantren
di Indonesia mencapai 39.043 dengan 4,08 juta
orang santri. Jumlah yang besar
tersebut memperlihatkan bahwa kedudukan santri dan ponpes juga semakin
urgen.
Semangat
Rizki Hamdani dalam melahirkan santripreneur
dan pesantrenpreneur melalui KSTM yang kini beranggotakan sekitar 800 santri
yang terbagi dalam 40 kelompok dari 20 pesantren salaf di Jombang
dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup memang
sejalan dengan tujuan pembangunan
berkelanjutan (Sustainable Development Goals) dan cita-cita Astra
untuk Sejahtera Bersama Bangsa.
Rizki dan sapi di lahan peternakan
Ponpes Fathul Ulum. (Foto: dok. Rizki
Hamdani)
Rizki
mengungkapkan bahwa ia sangat bersyukur memperoleh anugerah SATU
Indonesia Awards
bidang lingkungan tahun 2020.
Ia pun berterima kasih kepada PT Astra Internasional Tbk yang menjadi titik
awal di mana ia mengembangkan program ini sehingga menjadi seperti sekarang.
Kiai
Amin sebagai partner Rizki dalam mengelola santripreneur juga mengungkapkan
bahwa dengan perjuangan Rizki yang demikian besar, sungguh layak jika ia
dianugerahi SATU Indonesia Awards. Rizki sanggup istiqamah
karena mengurus santri dan banyak orang secara sosial itu sangat berat dan memang tidak
mudah.
Melihat kontribusi nyata dari Rizki, kita percaya bahwa di
luar sana masih terdapat banyak generasi muda yang bisa menjadi agen
perubahan ke arah yang lebih baik. Lahirnya petani-petani
milennial yang bangga dengan profesinya dan memiliki semangat untuk hari ini dan masa depan Indonesia rasanya
kini bukan menjadi angan-angan belaka.
Dari bumi Jombang kita berharap para santri yang peduli lingkungan demi kehidupan umat manusia
akan mampu menebar manfaat bagi sekitarnya, di mana pun mereka
berada.