Ramadan adalah bulan yang sangat istimewa. Pada bulan Ramadan, Al-Quran Al-Karim pertama kali diturunkan. Pada bulan Ramadan pula, ibadah puasa satu bulan penuh dan zakat fitrah diperintahkan Allah SWT untuk ditunaikan. Ramadan juga menjadi istimewa karena segala amal kebajikan dilipatgandakan pahala dan keberkahannya.
![]() |
Salah satu upaya mencari Lailatul Qadar adalah dengan beri'tikaf di masjid. (Foto: GoSumut.com) |
Pengertian I’tikaf
Berdasarkan tulisan I'tikaf di Masjid: Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, dan Pembatalannya oleh Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, salah seorang Mustasyar PBNU, i’tikaf secara pengertian bahasa berasal dari kata ‘akafa–ya’kifu–ukufan. Apabila kalimat tersebut terkait dengan kalimat an al-amr menjadi ’akafahu an al-amr, maka berarti “mencegah”, tetapi jika terkait dengan kata 'ala, maka ia menjadi ‘akafa ‘ala al-amr yang artinya “menetapi”.
Pengembangan kalimat itu bisa menjadi i’takafa-ya’takifu-i’tikafan
yang artinya “tetap tinggal pada suatu tempat” sehingga kalimat i’takafa
fi al-masjid berarti “tetap tinggal atau diam di masjid”.
Menurut pengertian
istilah atau terminologi, i’tikaf adalah tetap diam di masjid untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT. dengan beribadah, zikir, bertasbih dan kegiatan terpuji
lainnya serta menghindari perbuatan yang tercela.
![]() |
Suasana i'tikaf di Masjid Namira, Lamongan. (Foto: Pribadi) |
Status hukum i’tikaf
adalah sunah dan dapat dikerjakan setiap waktu yang memungkinkan terutama pada
sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan sebagaimana didasarkan pada hadis
berikut.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ
الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ
أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Artinya: Dari Aisyah ra
istri Nabi saw menuturkan, “Sesungguhnya Nabi saw melakukan i’tikaf pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadan hingga beliau wafat, kemudian
istri-istrinya mengerjakan i’tikaf sepeninggal beliau”. (Hadis Sahih Riwayat
Al-Bukhari: 1886 dan Al-Muslim: 2006).
عَنْ
أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَسَافَرَ سَنَةً
فَلَمْ يَعْتَكِفْ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ
يَوْمًا
Artinya: Dari Ubay bin
Ka'ab ra berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw beri’tikaf pada sepuluh hari
terakhir dari bulan Ramadan. Pernah selama satu tahun beliau tidak beri’tikaf,
lalu pada tahun berikutnya beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”. (Hadis
Hasan Riwayat Abu Daud: 2107, Ibn Majah: 1760, dan Ahmad: 20317).
Beri’tikaf juga
dapat dilakukan di luar bulan Ramadan sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَكُنْتُ أَضْرِبُ لَهُ
خِبَاءً فَيُصَلِّي الصُّبْحَ ثُمَّ يَدْخُلُهُ فَاسْتَأْذَنَتْ حَفْصَةُ
عَائِشَةَ أَنْ تَضْرِبَ خِبَاءً فَأَذِنَتْ لَهَا فَضَرَبَتْ خِبَاءً فَلَمَّا
رَأَتْهُ زَيْنَبُ ابْنَةُ جَحْشٍ ضَرَبَتْ خِبَاءً آخَرَ فَلَمَّا أَصْبَحَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى الْأَخْبِيَةَ فَقَالَ مَا
هَذَا فَأُخْبِرَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَالْبِرَّ تُرَوْنَ بِهِنَّ فَتَرَكَ الِاعْتِكَافَ ذَلِكَ الشَّهْرَ ثُمَّ
اعْتَكَفَ عَشْرًا مِنْ شَوَّالٍ
Artinya: Dari Aisyah ra
berkata, “Nabi saw biasa beri’tikaf sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan,
kemudian aku memasang tirai untuk beliau, lalu beliau mengerjakan salat Subuh,
kemudian beliau masuk ke dalamnya. Hafsah kemudian meminta izin pada Aisyah
untuk memasang tirai, lalu Aisyah mengizinkannya, maka Hafsah pun memasang
tirai. Waktu Zainab binti Jahsyi melihatnya, ia pun memasang tirai juga. Pagi
harinya Nabi saw menjumpai banyak tirai dipasang, lalu beliau bertanya: “Apakah
memasang tirai-tirai itu kamu pandang sebagai suatu kebaikan?” Maka beliau
meninggalkan i’tikaf pada bulan itu (Ramadan itu). Kemudian beliau beri’tikaf
pada sepuluh hari dari bulan Syawal (sebagai gantinya)”. (Hadis Sahih Riwayat
Al-Bukhari: 1892 dan Al-Muslim: 2007).
Rukun, Syarat, dan Hal yang Membatalkan I’tikaf
Rukun i’tikaf terdiri dari: (1) Niat i’tikaf, baik i’tikaf sunah atau i’tikaf nazar. Bila seorang muslim bernazar akan melakukan i’tikaf, maka baginya wajib melaksanakan nazar tersebut dan niatnya adalah niat i’tikaf untuk menunaikan nazarnya.
(2)
Berdiam diri dalam masjid, sebentar atau lama sesuai dengan keinginan orang
yang beri’tikaf atau mu’takif. I’tikaf di masjid bisa dilakukan pada malam hari
atau pun pada siang hari.
Syarat i’tikaf terdiri
dari: (1) Muslim, bagi nonmuslim tidak sah melakukan i’tikaf. (2) Berakal,
orang yang tidak berakal tidak sah melaksanakan i’tikaf. (3) Suci dari hadas
besar.
Hal yang menyebabkan
i’tikaf di masjid menjadi batal di antaranya:
(1) Bercampur dengan istri, berdasarkan firman Allah SWT:
وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ
وَأَنتُمۡ عَٰكِفُونَ فِي ٱلۡمَسَٰجِدِۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا
تَقۡرَبُوهَاۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ
يَتَّقُونَ
Artinya: “… Dan janganlah
kamu campuri mereka (istrimu) itu, sedang kamu beri’tikaf di masjid, itulah
ketuntuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa”. (QS Al-Baqarah/2:
187).
Sebab yang ke (2) keluar dari masjid tanpa uzur atau halangan yang dibolehkan syariat. Tetapi bila keluar dari masjid karena ada uzur, misalnya buang hajat atau buang air kecil dan yang serupa dengan itu, tidak membatalkan i’tikaf.
Diperbolehkan
keluar dari masjid karena mengantarkan keluarga ke rumah atau untuk mengambil
makanan di luar masjid bila tidak ada yang mengantarkannya. Aisyah ra
meriwayatkan:
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
اعْتَكَفَ يُدْنِي إِلَيَّ رَأْسَهُ فَأُرَجِّلُهُ وَكَانَ لَا يَدْخُلُ الْبَيْتَ
إِلَّا لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ
Artinya: Dari Aisyah ra
menuturkan, “Nabi saw apabila beri’tikaf, beliau mendekatkan kepalanya
kepadaku, lalu aku sisir rambutnya, dan beliau tidak masuk rumah, kecuali untuk
keperluan hajat manusia (buang air besar atau buang air kecil)”. (Hadis
Sahih Riwayat Al-Bukhari: 1889 dan Al-Muslim: 445).
Berburu Lailatul Qadar Melalui I’tikaf di Namira
Menjelang sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, anakku si Sulung sudah kerap menelepon dari pondok pesantren. Ia
berpesan untuk dijemput sebelum program i’tikaf dimulai. Ia juga sering kali
berpesan agar kami tidak lupa mendaftarkannya dalam program tersebut.
![]() |
Pemberian kenang-kenangan untuk peserta i'tikaf spesial dalam acara perpisahan. (Foto: Panitia I'tikaf Masjid Namira) |
Kedua anak kami memang sangat antusias untuk mengikuti program i’tikaf di
Namira dengan alasannya masing-masing. Salah satunya adalah bisa lebih fokus
beribadah ketimbang liburan Ramadan di rumah. Oleh karena itulah, kami tanpa
ragu mendaftarkan mereka berdua untuk mengikuti program i’tikaf spesial di
Masjid Namira.
Adapun aku dan suami masih maju mundur untuk mendaftar. Beberapa tugas dan tanggung jawab pekerjaan memang tidak mudah untuk ditinggalkan begitu saja. Kami memang masih memiliki opsi lain untuk mengikuti i’tikaf dari jalur i’tikaf reguler.
Namun, daya tarik i’tikaf spesial di Masjid Namira memang sangat besar dan ini membuat kami terus menimbang-nimbang hingga
menjelang pendaftaran i’tikaf spesial Masjid Namira ditutup.
I’tikaf Spesial dan I’tikaf Reguler; Program Memuliakan Jamaah di Masjid Namira
Apa sih yang menjadi hal istimewa di program i’tikaf Ramadan Masjid Namira? Aku secara pribadi sering kali menjadikan Masjid Namira sebagai tempat healing atau tetirah dan sudah merasakan berbagai hal istimewa di luar Ramadan.
Mulai
dari program utama shalat wajib berjamaah dengan imam yang merupakan para
hafiz, kajian rutin malam Selasa dan Jumat, buka puasa hari Senin dan Kamis,
kajian rutin Ahad pagi yang dilanjutkan sarapan bersama, TPQ bagi anak-anak,
termasuk si bungsu setiap hari Senin hingga Kamis, dan masih banyak lagi yang
lainnya.
Pihak Yayasan dan Takmir Masjid Namira memang tampaknya ingin memanjakan jamaah hingga merasa benar-benar merasa nyaman dalam beribadah. Saya pun sering kali datang ke Masjid Namira ketika ingin melepaskan penat dari rutinitas sehari-hari.
Rasa nyaman dan tenang memang merupakan salah
satu hal yang membuat para jamaah, bahkan mereka yang datang dari luar Lamongan
temukan ketika datang di Masjid Namira ini.
![]() |
Masjid Namira menjadi salah satu ikon Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. (Foto: Pribadi) |
Masjid Namira yang rampung sejak tahun 2013 dan mengalami renovasi hingga tahun 2016 ini memang memiliki daya tarik tersendiri. Arsitektur masjid dan kiswah pintu Kakbah asli yang menghiasi bagian mimbar membuat para jamaah kembali mengenang dan merindukan kota suci Mekkah Al-Mukarramah, khususnya bagi mereka yang pernah menjalani ibadah haji atau umrah.
Taman masjid yang dihiasi aneka tanaman bonsai dan
kolam ikan yang berisi aneka warna ikan koi juga semakin membuat nuansa
keindahan mampu meliputi area masjid seluas 2,7 hektare ini.
Tak heran jika masjid yang mampu menampung hingga 2.500 jamaah ini menjadi
tujuan, baik yang menjadikannya sebagai tempat wisata religi atau sekadar beristirahat
sebagai musafir. Rasa lelah dan penat akan berganti dengan rasa segar dan
damai. Demikian pula pada bulan yang istimewa sebagaimana bulan Ramadan, bahkan jumlah
jamaah cenderung membludak.
Ustazah Karimah yang merupakan salah satu panitia dan tim pengajar tahsin dalam program i’tikaf spesial menjelaskan bahwa pada tahun ini peserta akhwat (perempuan) berjumlah sekitar 140-an orang. Sebagian ada yang merupakan peserta dadakan datang dari luar daerah sehingga panitia tetap berusaha menampung sebagai bentuk hablumminannas.
Pada i’tikaf tahun ini terdapat beberapa persiapan
berbeda yang dilakukan panitia, seperti penataan tempat istirahat jamaah
i’tikaf, penyediaan air mineral galon, kopi atau teh beserta dispenser air
panas untuk minum, tempat cuci piring dan menjemur pakaian.
“Apabila ada masukan dari jamaah, kami sangat terbuka sebagai bahan masukan atau evaluasi” ungkap ustazah yang ramah ini.
Sebagai panitia, Karimah
mengungkapkan bahwa mereka sudah berusaha (effort). Program yang menjadi tambahan
bagi mu’takifah juga sama sama seperti tahun lalu, yaitu tahsin dan tahfiz. Progres dari program ini juga tampak ada
kemajuan yang terlihat dari semakin baik bacaan mereka.
Surah yang dipelajari terutama adalah Al-Fatihah karena surah ini sangat penting dan dipakai dalam setiap shalat. Setelah mereka baik dan lancar bacaan Al-Fatihahnya, baru mereka masuk ke materi gharib atau menambah bacaan ke surah-surah lainnya. Pada program tahsin dan tahfiz ini, ada enam orang ustazah khusus yang mendampingi.
Mereka berasal dari beragam lembaga dan latar belakang metode
pengajaran, seperti Qiraati, Iqra’, Yanbua, Ummi, atau Nahdiyin mengingat
jamaah yang datang juga berasal dari berbagai kalangan, latar belakang, atau
metode sehingga para ustazah perlu menyelami bacaan setiap jamaah terlebih dulu
agar jamaah merasa nyaman meski cuma memulai dengan satu ayat.
Kesan Para Jamaah I’tikaf Spesial Masjid Namira
Aku pernah mengikuti i’tikaf, baik program reguler (mandiri) maupun spesial (istimewa). Masing-masing memiliki pengalaman tersendiri dan hal tersebut tergantung pada kebutuhan setiap jamaah yang mengikuti program tersebut.
Melihat antusiasme jamaah mengikuti i’tikaf pada Ramadan tahun
ini, aku penasaran dan berusaha mengulik pengalaman para jamaah. Beberapa di
antaranya telah aku rangkum berikut ini.
Erny Darmawati
Bu Erny, demikian
sapaan perempuan pengusaha asal Wliki, Blitar ini, belum pernah ikut i’tikaf
dan baru tahun ini mengikuti program i’tikaf spesial 10 hari. Perempuan yang
berusia 55 tahun dan memiliki aktivitas keseharian sebagai pengusaha jamu dan
sirup bermerek Geraldine serta pengajar bahasa korea ini mengungkapkan bahwa ia
merasa sangat terkesan dengan kedermawanan yang luar biasa dari pemilik Masjid
Namira ini dalam menjamu jamaahnya.
“Pokoknya enaklah di sini. Silaturahim, bisa berkumpul di sini sambil beribadah,” ujarnya dengan antusias. Namun ia merasakan tantangan terberat saat i’tikaf ini, yaitu mengantuk karena kegiatan malam cukup banyak.
Tetapi, semua fasilitas
disediakan dan kondusif sehingga ia sangat ingin mengikuti lagi kegiatan ini di
tahun depan. Bu Erny pada i’tikaf pertamanya ini mengikuti kegiatan tahsin dan ia
bersyukur karena bacaannya diluruskan oleh guru halaqahnya yang berasal dari
Yaman.
Alya Anisa
Gadis manis ini bernama sapaan Alya ini berasal dari Madiun dan berusia 16 tahun atau kelas 10 SMA di Pondok Hidayatullah, Solo. Awalnya ia mengikuti i’tikaf karena pengin tambah hafalan sekalian bisa tambah ibadah dan sering ke masjid serta menambah pengalaman. Ia merasakan masjid yang nyaman serta tempat mandi dan makan.
Namun, sebagaimana jamaah yang lain, ia merasa tantangan yang cukup berat
karena bangun tahajud pada jam 1 bangun, biasanya tahajud di pondok jam 3. Tak
lupa ia pun memberi usulan/masukan, sambil tertawa, agar panitia mau menyediakan
ember untuk mandi di kamar mandinya. Maklum anak pondok, ujarnya dengan polos.
Fasihatun Nisa
Nisa, demikian nama panggilannya, adalah gadis asli Tenggulun, Lamongan yang sebagian besar waktunya kini dihabiskan di Pondok Pesantren Al Islah, Sendang Agung Paciran. Santri sekaligus mahasiswi semester 8 dan tengah menyelesaikan skripsinya ini tengah menjalani masa pengabdian di pondok.
Pada usianya yang ke-23 tahun ini, ia mengaku sudah mengikuti lima kali ikut i’tikaf mandiri di Masjid Namira. Akan tetapi, baru tahun ini ia ikut i’tikaf spesial –ia menyebutnya VVIP– dengan alasan supaya lebih tenang, damai, fokus, dan bisa mendekatkan diri kepada Allah serta bisa banyak-banyak berdoa supaya skripsinya dimudahkan.
Meski demikian, ia merasakan tantangan
berat karena harus meninggalkan keluarga di rumah demi ibadah yang lebih
khusyuk. Nisa belum sempat ketemu keluarga karena ia berangkat langsung dari
pondok menuju Masjid Namira.
Nisa juga lebih memilih ikut tidak ikut halaqah alias mandiri dengan alasan pengen lebih fokus untuk mengkhatamkan Al-Qur’an. Ramadhan ini ia sudah 3 kali mengkhatamkan Al-Qur’an menuju ke-4 kali.
Rencananya, tahun depan Nisa ingin ikut kembali ingin ikut i’tikaf
yang spesial karena bisa ikut halaqah, buka puasa bersama, dan tempat tinggal yang
spesial serta bisa lebih saling mengenal dengan jamaah yang lain.
Sebagai bentuk perbaikan manajemen i’tikaf, ia memiliki saran, khususnya untuk takmir yang perempuan agar mengondisikan saf ketika shalat dan pendaftaran i’tikafnya jangan terlalu cepat ditutup.
Hal ini ia kemukakan karena ia tidak bisa masuk
kuota i’tikaf disebabkan anak-anak kecil didaftarkan sehingga kuota bagi yang
dewasa tidak mencukupi. Apalagi, ada sebagian jamaah yang hanya tinggal di
asrama terus, tetapi tidak ke masjid sehingga menutup kesempatan bagi jamaah
yang lain untuk ikut serta beri’tikaf.
Bu Aini
Berasal dari Surabaya, tetapi berdomisili di Jombang, Bu Aini hampir tiap tahun mengikuti i’tikaf. Ia mengaku sekitar 7-8 tahun ikut terus i’tikaf di Masjid Namira, hanya pas pandemi Covid-19 ia libur. Ia merasa senang ikut i’tikaf di Masjid Namira karena fasilitas i’tikaf untuk perempuan sangat mendukung dan hal ini tidak seperti di tempat lain, seperti tempat menginap atau bermalam khusus bagi perempuan dan terasa nyaman seperti di Madinah.
Ia yang baru saja pulang dari umrah mengungkapkan bahwa
kondisinya hampir sama antara Masjid Namira dan Masjid di Madinah sehingga
mengobati rasa kangennya, seperti suasananya, imamnya yang merupakan para hafiz,
wangi parfumnya, karpetnya –bedanya karpet Masjid Namira berwarna merah,
sedangkan Madinah berwarna hijau–.
Fasilitas menginap pada i’tikaf tahun ini lebih luas, tetapi konsumsi untuk peserta dan umum tahun ini disamakan dan tidak seperti tahun lalu yang dibedakan. Hal ini salah satunya menyebabkan jamaah agak susah buang air besar akibat kekurangan serat.
“Tetapi
kami sungkan untuk komplain karena kami sudah diberikan banyak kemudahan, Mbak,”
ungkapnya dengan malu-malu. Bisa jadi akibat semakin banyak peserta i’tikafnya
sehingga tempatnya semakin terbatas.
![]() |
Peserta i'tikaf spesial muslimah Masjid Namira. (Foto: Panitia I'tikaf Masjid Namira) |
Bu Asika
Ibu rumah tangga berusia
57 tahun ini memiliki dua anak perempuan yang sudah menikah. Bu Asika mengikuti
suaminya yang beri’tikaf di Masjid Namira karena ingin belajar mengaji. Kebetulan
Masjid Namira memfasilitasi jamaah i’tikaf untuk belajar mengaji, baik mengaji
tahsin maupun tahfiz. Ini adalah tahun kedua Bu Asika ikut i’tikaf spesial di Masjid
Namira.
Ia memilih i’tikaf spesial karena tempat tinggalnya jauh sehingga ia bisa beristirahat. Ia juga mengungkapkan bahwa buka puasa pada i’tikaf spesial disediakan berbeda dan pelayanannya lebih spesial.
Meski demikian, tantangan dalam i’tikaf ini memang ada, terutama rasa mengantuk
yang mungkin disebabkan tenaga yang terlalu diforsir. Akan tetapi, Bu Asika
merasa senang karena ada kegiatan shalat malam dan bacaan imamnya pun terasa enak
dan nikmat.
Bu Asika tidak mengikuti kegiatan halaqah karena memilih ibadah tambahan secara mandiri. Meskipun tidak mengikuti kegiatan tambahan halaqah tahsin atau tahfiz, tetapi ia memiliki target tiga kali khatam Al-Qur’an.
Rencananya, tahun depan insya Allah ia akan ikut lagi karena merasa senang bisa belajar mengaji dan mendapatkan teman yang banyak dari mana saja, seperti Jakarta, Bogor, dan Sulawesi.
Ia mengatakan bahwa kegiatan i’tikaf di Masjid Namira sudah bagus, tetapi ia memberi masukan yaitu agar anak-anak diberi kegiatan khusus supaya lebih tertib dan jamaah yang lain tidak merasa terganggu dalam menjalankan ibadahnya.