Tanggal 20 bagi sebagian orang dianggap sebagai tanggal tua. Namun sampai setua ini pun saya gak pernah tahu siapa yang pertama kali mempopulerkan kata tanggal tua itu. Meski begitu, saya yakin orang itu pasti punya gaji karena gaji biasanya ditransfer tanggal 1, ya kan? Analisis ini memang absurd karena gak punya basis data sama sekali. Beda dengan saya yang akan membocorkan cara klaim kacamata lewat BPJS dengan mudah dan berdasarkan pengalaman nyata. 

Mungkin juga dikatakan tanggal tua karena dompet pada tanggal segitu sdh mulai berkerut. Semakin menuju akhir bulan, dompet mulai gampang diwiron atau dilipat-lipat karena isinya makin tipis. Di saat-saat seperti inilah tips dan trik ngirit mulai banyak dicari. 

Semua kalangan pasti sudah tahu bahwa emak-emak punya power buat memutuskan hal-hal krusial terkait ekonomi keluarga. Apalagi di zaman pandemi, jelas hemat adalah pilihan utama. Lebih memilih beli beras ketimbang beli emas. Lebih memilih beli susu ketimbang beli baju. Pokoknya semangat menjaga kestabilan jumlah rupiah di dompet selalu membara di dada.

Dalam hal ini, tentu cuan akan jadi masalah, khususnya bagi saya jika mata yang sangat diandalkan untuk baca resep masakan, nonton drakor, atau membaca novel ini mulai sering melihat penampakan. Orang ganteng yang menjadi kelihatan dobel wajahnya ditambah efek ngeblur bukanlah sesuatu yang indah dinikmati. Kepala pun sering berputar seperti kipas angin duduk Modena yang bikin gampang merem dan jadi ketagihan nempel ke bantal.

Obrolannya jadi gak nyambung lagi deh. Nah, selain tanggal 20 Mei 2021 merupakan tanggal tua, saat itu juga jadi ajang bagi saya untuk membuktikan betul atau tidaknya BPJS bisa menjadi solusi bagi masalah saya.

Saat krisis dompet itulah saya langsung mengajak si sulung untuk meluncur ke tempat di mana saya bisa mengganti kacamata yang sudah terasa seperti kaca nako ini. Kacamata yang pernah ditebak harganya jutaan oleh teman sekantor ini, padahal sebenarnya gak nyampe lima ratus ribu, adalah kacamata terlama yang pernah saya pakai. Tapi rupanya umur emang gak bisa dibohongi. Kacamata gaek meski stylish ini sudah terpaksa harus diregenerasi.

DATANG KE FASKES MESKI KONDISI LEMAS

Senin menjelang subuh, saya sudah niat puasa untuk mencicil utang puasa Ramadan. Sebenarnya belum ada niat untuk  ganti kacamata. Ndilalah, pagi hari mata saya lumayan sulit untuk diajak kerja sama menulis outline untuk calon buku baru. Tanpa berpikir panjang kali lebar kali tinggi jadi volume, saya ajak Rumi si tukang komik untuk ikut ke klinik. Eits, kok ke klinik? 

Yups, fasilitas kesehatan (faskes) yang keluarga saya pilih memang sebuah klinik, tapi lumayan lengkap fasilitasnya, bahkan ada tempat rawat inap. Nah, berhubung sudah sering datang untuk periksa tensi yang sering naik turun kayak roller coaster, saya langsung daftar dan mengonfirmasi kepesertaan saya dengan kartu BPJS yang selalu setia menemani di dalam dompet. 

Gak pakai ribet antre atau printilan ini itu, saya langsung bertemu dengan dokter yang dengan ramah menyimak keluh kesah saya. Oh ya, prokes yang ketat di zaman pandemi bikin komunikasi emang ternyata rada bikin saya harus berusaha mengeluarkan tenaga lebih besar karena pada dasarnya suara saya terlalu lembut merdu merayu. Dialog saya dan dokternya jadi mirip si Malih dan Bolot. Gak usah dibayangkan deh. Benat-benar capek, tapi saya tetap semangat demi ganti kacamata.

Pembicaraan yang dilakukan ala lenong rumpi itu menghasilkan surat rujukan. Surat itu adalah surat pengantar dari dokter di faskes agar saya menemui dokter spesialis mata. Akan tetapi, berhubung klinik yang menjadi faskes saya tidak memiliki dokter spesialis mata, maka dokter memberikan surat rujukan tersebut. Ada beberapa tempat yang jadi rujukan, dua di antaranya rumah sakit besar dan satu klinik spesialis mata. 

Saya pilih untuk membawa surat rujukan itu ke klinik spesialis mata. Soale klo harus ke rumah sakit, saya mesti datang esok hari karena dokter tidak ada pada hari ini dan waktu pendaftaran di sana pun sudah tutup. Adapun klinik spesialis mata ini buka hingga jam lima sore dan masih bisa saya kejar hari ini juga.

Lokasi yang berada di pinggir jalan raya membuat klinik spesialis mata tersebut mudah ditemukan. Tapi entah mengapa saya merasa tersiksa. Bukan karena pelayanannya yang memang bagus dan profesional, tapi karena lokasinya berdampingan dengan toko roti yang membuat perut saya meronta-ronta. Rasa lemas akibat sedang berpuasa semakin terasa nelangsa hingga tebersit niat untuk membatalkannya.

Hanya saja, rasa gengsi untuk menyerah saya pertahankan karena Rumi ada di samping saya. Mana mungkin saya batal hanya karena melihat roti dan pentol yang sedang dia makan. Imej kekuatan daya tahan lapar saya bisa ambrol seketika dan saya belum rela.

Syukur alhamdulillah, pemeriksaan mata saya dan Rumi berjalan dengan lancar. Mungkin karena klinik ini benar-benar spesialis mata sehingga klinik ini bisa sepenuhnya tahu apa yang harus dilakukan untuk mata-mata, eh mata kami. Pemeriksaan hanya memakan waktu tak sampai 30 menit, tapi yang lamanya seperti menunggu kepastian dari si dia yang belum ngelamar adalah menunggu antrean yang bejibun. Kayaknya klinik ini banyak banget fansnya melihat tak banyak klinik semacam ini.

Perlu kacamata baru

Hasilnya seperti yang sudah saya duga, kami berdua perlu kacamata baru. Dokter yang memeriksa langsung tahu bahwa mata indah kami berdua memiliki keistimewaan dan butuh kacamata untuk menyempurnakan, hassyyaahhh. Saya dan Rumi mendapat rekomendasi optik rujukan yang sudah bekerja sama dengan BPJS. Salah satunya sudah pernah kami kunjungi ketika si bungsu penggemar kendaraan besar itu membeli kacamata berlensa minus pertamanya.

Tak menunggu lebih lama, setelah selesai periksa di klinik kami segera meluncur lagi ke optik untuk klaim kacamata. Optik ini lumayan lengkap koleksinya dan ramah pelayanannya. Dengan tubuh yang lemas akibat menghirup aroma roti, saya menguatkan hati untuk tetap betjalan menuju optik yang sudah ditunjuk.

Saat siang sudah makin terik, sampai juga kami di optik. Sebenarnya, saya agak tak yakin jika melihat tampilan optiknya. Sepertinya butuh dompet berisi berlembar-lembar cuan untuk memilih kacamata  di sini. Kecut juga hati saya ketika melangkah memasukinya. Inilah yang mungkin disebut sindrom tanggal tua itu. Saya memang tak membawa uang lebih selain untuk isi BBM dan sepincuk nasi boran jika terpaksa. Tapi untuk membeli kacamata? Saya rela balik kanan bubar jalan.

Namun mental emak irit sudah merasuki saya sehingga tak surut usaha saya untuk mendapatkan kacamata, setidaknya untuk Rumi. Jadi dengan percaya diri ala model sekelas Gigi Hadid saya langsung menghadapi mbak pelayan di konter kacamata. 

Sekali lagi ia memeriksa mata kami dan kemudian mempersilakan untuk memilih model kacamata. Saya.dan Rumi memilih model seusai budget yang ada dalam standar BPJS. Berhubung kami mengambil pelayanan BPJS kelas 3, maka kami pun harus menyesuaikan dengan harga yang sudah ditetapkan sesuai kelas. 

Ternyata, Rumi bisa mendapatkan kacamata yang dibutuhkannya tanpa membayar tambahan apa pun lagi. Berbeda dengan saya. Harga yang terkover hanya cukup untuk menopang frame kacamatanya saja. Adapun untuk lensa, saya harus menambah biaya karena  ada selisih harga. 



Duh, saya sempat galau untuk melanjutkan pembelian kacamata ini. Mungkin karena lensanya lebih complicated ya. Saya butuh lensa untuk minus, plus, dan juga silinder. Saat inilah saya baru benar-benar menyadari bahwa saya sudah semakin menua, heuheuheu.

Syukurlah ayah Xi memahami kegalauan saya dan menyuruh saya untuk tetap memesan kacamata itu. Dia tahu bahwa kegantengannya akan semakin bersinar jika mata saya bisa melihat tanpa terganggu. Akhirnya, dengan berbagai perasaan berkecamuk antara sedih, kecewa, senang, deg-degan dll dsb dst, saya memantapkan hati untuk mengambil pesanan itu.

Saya menambah kekurangan dengan sisa-sisa tabungan uang belanja yang sudah diirit-irit dan disuntik juga dengan dana dari ayah Xi yang baru dapat transferan job menulis. Alhamdulillah, nikmat mana lagi yang kau dustakan?

Pengalaman ini membuat saya makin lega bahwa BPJS memang membantu banget untuk memiliki kacamata. Oleh karena itu, kami berusaha untuk membayar iuran dengan tertib karena pelayanan BPJS terasa sekali manfaatnya. 

Bagaimana dengan pengalaman sahabat Xi yang lainnya nih?

"Alhamdulillah ...." Rumi langsung sujud syukur setelah yakin bahwa ia tidak salah lihat namanya tertera sebagai pemenang lomba menulis bertema "Jika aku besar nanti, aku ingin menjadi .... " Ia berseru dengan senangnya, "Beneran aku yang menang, Bund?"
 
Tanggal 30 September 2021 adalah hari terakhir bulan tersebut yang dirayakan Rumi dengan penuh suka cita. Tulisannya berhasil memikat seluruh juri (10 orang) sehingga terpilih sebagai pemenang dalam gelaran Chuseok Angpao yang digagas oleh blog CREAMENO. Saya sendiri terkejut dengan keputusan itu karena sama sekali tak menyangka Rumi bisa terpilih. Malah saya sempat menyampaikan sedikit rasa pesimis, yang saya sesali belakangan, karena berpikir Rumi termasuk peserta yang didiskualifikasi. 


Isi tulisan Rumi memang lebih cenderung curhat tentang keinginannya jadi atlet dan sabeum taekwondo. Rumi pun mengisahkan awal mula ia bisa menyukai olahraga bela diri tersebut. Salah satu yang mendorongnya adalah peristiwa bullying atau perundungan yang dialaminya ketika duduk di kelas satu SD. 

Perlunya adaptasi

Sebagai orangtua yang benar-benar mengikuti perkembangan Rumi, saya tahu betul bahwa Rumi mengalami momen-momen berat yang membuatnya terpaksa berjuang untuk mengatasinya. Mungkin perbedaan aksen, postur tubuh hingga pencapaian di kelas yang terbilang bagus membuat beberapa anak merasa iri dan tidak menyukainya. 

Ada beberapa anak yang melakukan hal-hal "mengerikan" dengan mengekspresikan ketidaksukaannya dengan perilaku yang membahayakan anak-anak lainnya. Akan tetapi, saya sama sekali tidak menyalahkan si anak yg membully Rumi karena banyak faktor yang pasti mempengaruhi perilakunya tersebut. Salah satunya pola asuh atau parenting yang buruk di keluarganya dan hal tersebut akhirnya memang terbukti. 

Walhasil, saya dan suami berusaha mencari solusi utk ikut meringankan dan mengatasi masalah Rumi tersebut. Mulai dari menemui kepala sekolah untuk mengatasi para pem-bully Rumi, mempertimbangkan untuk mencari sekolah lain hingga mencarikan aktivitas di luar sekolah yang bisa membuat Rumi mengalihkan perhatian dan melampiaskan emosi secara positif hingga bisa menghilangkan traumanya. 

Hal itu jujur saja sangat sulit dilakukan. Kami benar-benar sering dibuat kelimpungan dengan kepribadian Rumi yang cenderung berubah menjadi terlalu peka (baper), mulai temperamental tapi mudah cengeng, malas belajar, dan mood swing yang sangat cepat berubah-ubah. Kami bersyukur hal tersebut tidak terlalu berimbas pada hubungan Rumi dengan adiknya. Setidaknya ia tetap memperlakukan adiknya dengan penuh kasih sayang. 

Bergerak aktif solusinya

Beberapa upaya akhirnya kami coba dan sedikit demi sedikit angin mulai berubah ke arah yang positif, seperti contohnya ketika ia mau dan tertarik untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti menggambar, menulis diari, ikut bela diri Taekwondo, dan sering ikut kegiatan berbagi lewat komunitas NBC juga ikut kajian di Masjid Namira kesayangannya. 

Satu per satu benang kusut trauma bullying yang dialami oleh Rumi mulai terurai. Ia menikmati kegiatan-kegiatan tersebut. Bahkan beberapa di antaranya ada yang menghasilkan pencapaian di luar ekspektasinya. Sebut saja ketika ia mendapat apresiasi menggambar dari salah satu blogger di Jepang yang membeli karyanya dengan harga fantastis bagi ukuran Rumi. Ia sangat senang dengan apresiasi tersebut. Pernah pula ia memenangkan hadiah buku-buku yang lumayan banyak dari lomba menggambar yang diselenggarakan oleh penerbit Noura. Rumi juga mendapat kenaikan sabuk dua tingkat langsung di ujian kenaikan tingkat taekwondo yang hingga saat ini rekor tersebut belum terpecahkan. 

Beberapa kali ia pun mengikuti event atau lomba (saya tahu betul bahwa Rumi benar-benar ingin berusaha mencapai sesuatu) dan ia membuktikan bahwa ia mampu. Ia juga mulai menggandrungi komik yang baginya dianggap bisa mengekspresikan ide atau gagasannya. Ia mulai memahami dan percaya bahwa ketika ia dapat mencapai sesuatu yang baik, akan ada reaksi positif atau negatif di sekelilingnya. Namun hal yang negatif harus berusaha dia enyahkan dan berupaya untuk memilih serta mengambil hal-hal yang positif saja. 

Jadilah tantangan menulis ala diari mengenai keinginan seorang anak jika ia besar nanti menjadi salah satu kegiatan favorit dan mengisi sebagian besar waktu Rumi di sela-sela pembelajaran sekolahnya yang memasuki penilaian tengah semester. 

Butuh terus memotivasi

Perjalanan Rumi mengatasi trauma perundungan yang ia alami memang belum sepenuhnya selesai. Bagaimanapun, alam bawah sadarnya kadang muncul mengingat peristiwa perundungan yang pernah Rumi alami. Sebagai orangtua, kami dituntut untuk terus sabar dan memberi penguatan serta motivasi yang bisa membangun kembali rasa percaya diri, keberanian, kerja keras dan kemandirian, tetapi tanpa kehilangan rasa empati, kasih sayang, dan kejujuran. 

Masih banyak anak-anak lain yang kini masih bergulat dengan bullying, baik sebagai pelaku maupun korban. Tidak ada hal yang tidak mungkin untuk memutus mata rantainya selain dengan upaya belajar memperbaiki pola asuh atau parenting sehingga bisa menciptakan ruang yang positif bagi anak-anak tersebut. Semoga! Apakah Sahabat Xibianglala juga punya pengalaman tentang bullying juga? Yuk kita sharing .... 

Saat kami sedang bercengkerama sambil menikmati teh dan camilan, Bumi (9 tahun) bertanya, “Bunda, kalau nanti aku sudah bekerja dan tinggal di luar negeri, Bunda mau ikut aku atau Mas Rumi?”


Aku tidak terkejutsoalnya sudah seringdan hanya tersenyum mendapat pertanyaan seperti itu. “Kenapa kamu tanya kayak gitu, Dik? Memang nanti kamu mau tinggal di mana?” Saya balik bertanya karena sejujurnya itu termasuk pertanyaan yang sangat sulit. Memang agak curang sih, heuheuheu.


Rumi (11 tahun) yang tadi sedang asyik membaca komik ikutan nimbrung, “Aku kan mau tinggal di Belanda karena pabrik truk DAF itu ada di sana. Kalau adik tinggal di Jerman karena pabrik truk MAN ada di Jerman. Aku dan adik pengin jadi insinyur truk di sana. Nanti Bunda dan Ayah bisa ikut aku atau adik supaya ada yang jagain.”


Truk besar karya Bumi menggunakan program Paint di komputer

Saya tertawa sampai menangis mendengar mereka mengucapkan kata-kata itu. Mengkhayal banget sih, tapi bukankah mimpi itu memang harus setinggi langit? Namun impian itu setidaknya sudah tecermin dalam hobi Bumi yang sangat gemar menggambar aneka kendaraan, terutama truk besar yang memukaunya.  


Percakapan random dengan beragam tema seperti contoh di atas sering terjadi di antara kami. Bagi sebagian orangtua, terutama di lingkungan kami, percakapan seperti ini mungkin hal yang aneh dan tidak banyak dilakukan. Namun bagi kami, hal-hal yang mereka katakan seperti itu menjadi sangat penting, salah satunya untuk menilai pola pikir dan sikap mereka.

Tak ada sekolah menjadi orangtua 

Sebagai orangtua, saya dan suami sangat menyadari keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami tak pernah berhenti untuk mencarinya dari berbagai sumber, termasuk mengenai hal parenting


Waktu masih tinggal di Bogor kami rajin ikut seminar, bergabung dalam komunitas, dan membaca literatur yang berkaitan dengan parenting agar pengasuhan semakin produktif. Banyak hal yang kami dapat dari sana dan sedikit demi sedikit kami terapkan sesuai nilai-nilai yang kami pegang sejak awal. Ketika pindah ke Lamongan dan pandemi melanda seluruh dunia, belajar parenting menghadapi tantangan tersendiri.


Tak ada lagi sesi curhat atau bertemu konselor dalam acara komunal di gedung atau offline. Untunglah kecanggihan teknologi menghadirkan solusi. Tinggal di daerah memang punya keterbatasan, tapi era serbadigital memungkinkan kami memperbarui dan menambah ilmu parenting dengan mengakses parentsquads.com portal parenting yang lengkap. Bukan hanya mudah, tapi juga beragam sajiannya, tepat untuk mendukung orangtua atau calon orangtua menemani pertumbuhan anak-anak mereka.   


Seiring bertambahnya usia, anak-anak kami pasti membutuhkan pendekatan yang berbeda dengan apa yang kami dapat dari orangtua kami dahulu. Alhamdulillah, kami dianugerahi dua anak laki-laki yang sangat membanggakan dan sejauh ini kesulitannya masih bisa teratasi. Namun jelas kami tidak boleh jumawa dan lengah.


Hal inilah yang membuat kami terus berusaha memantaskan diri sebagai pribadi yang sudah mendapat anugerah sedemikian besar. Pertumbuhan dan perkembangan mereka tak pernah lepas dari pengamatan kami, terutama saya yang rela melepaskan karir pekerjaan demi mengasuh sendiri kedua buah hati kami.  


Sembilan "aturan" penting dalam parenting keluargaku

Banyak teman yang sering curhat mengenai pengasuhan putra atau putri mereka. Sebagian besar mengaku memiliki masalah yang sulit mereka atasi. Kami tidak berani untuk memberikan jaminan solusi sebagaimana para pakar parenting karena tentu bukan kapasitas kami untuk melakukannya. 


Kami hanya sering menceritakan pada mereka mengenai pengalaman-pengalaman mengasuh kedua buah hati kami. Pengalaman itu merupakan upaya kami menerapkan ilmu parenting yang kami dapat.


Dari pengalaman keluarga kami tersebut, saya membuat sebuah pola yang kemudian menjadi semacam panduan parenting keluarga kami. Ada sembilan hal yang harus dihindari, bukan hanya oleh anak-anak, tetapi juga oleh kami sebagai orangtua. Larangan ini dibuat sebagai rambu agar kami mampu menjadi keluarga bahagia, lahir dan batin. Bukankah bahagia itu merupakan hal terbaik yang harus kita upayakan?


Apa saja sih larangan yang mesti dihindari itu? Mengapa harus dihindari? Bagaimana cara menanamkan pemahaman tersebut kepada anak-anak? Yuk simak 9 "jangan" yang sangat penting bagi keluarga kami.


1 |  Jangan jauh dari Tuhan

Kecanggihan teknologi informasi telah menyebabkan perubahan tren yang cepat di seluruh dunia. Ribuan konten terus diproduksi setiap hari baik dalam bentuk tulisan seperti blog, video di Youtube, atau microblog populer seperti Twitter dan Tumblr, hingga Instagram dan TikTok yang tak mungkin dihindari.


Masifnya arus informasi mesti diimbangi dengan bekal spiritual yang mumpuni. Oleh sebab itulah kami senantiasa mengajak mereka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Jangan sampai jauh dari agama. Lazimnya sebuah keluarga muslim, kami belajar bersama dan tak lelah saling mengingatkan. Mulai dari cara berwudhu yang benar, shalat, dan membaca Qur'an yang akan sangat bermanfaat bagi masa depan mereka.


Sisi ruhani harus ditempa dan dibekali sejak dini agar anak siap di masa nanti.

Bukan hanya mereka yang ikut kelas tahfiz agar memahami adab dan manfaat membaca Al-Qur'an, tetapi kami pun berusaha menambah hafalan surah sehingga mereka merasa mendapat spirit untuk maju. Merasa tak sendiri sehingga bisa murajaah bersama-sama dan saling mengingatkan saat dilanda kemalasan. 

 

2 | Jangan berhenti belajar

Jangan berhenti belajar adalah larangan kedua dalam keluarga kami. Semangat untuk menambah ilmu, wawasan, dan pengalaman tak boleh lekang oleh usia. Belajar tak harus lewat bangku sekolah, tapi bisa dari mana saja. Lewat pengajian, tayangan televisi, buku, Internet, hingga obrolan singkat dengan pemulung bisa membentuk pelajaran yang sangat bermanfaat. 


3 |  Jangan malas membaca

Membaca buku, juga bahan tertulis lainnya, bisa menjadi gerbang pembuka cakrawala menuju dunia nyaris tak terbatas. Kami upayakan untuk menyediakan buku-buku sesuai minat mereka sehingga minat baca sedikit demi sedikit tumbuh secara alami. Tentu saja kami mesti mengawali dengan memberi contoh tentang betapa asyiknya membaca.



Mereka tak jarang kami ajak ke perpustakaan daerah agar mereka bisa memilih banyak bahan sesuai hobi atau preferensi. Selain itu, kami berikan kebebasan mereka untuk membeli buku lewat marketplace agar dapat membaca buku favorit mereka. Ada kegembiraan tersendiri saat mereka menerima paket berisi buku yang diidamkan.


4 | Jangan takut melakukan kesalahan

Membuat kesalahan memang terlihat menyebalkan, apalagi jika dilakukan anak di mata orangtua. Namun tanpa keberanian mencoba hal baru, anak-anak tak akan belajar sesuatu. Justru lewat kesalahanlah mereka bisa mengetahui sejauh mana kemampuan dan ketahanan mereka diuji. Kami berikan kesempatan untuk eksplorasi, mulai dari melakukan percobaan, membantu memasak, hingga belajar bahasa menggunakan aplikasi.


Belajar hal baru bisa membangun kepercayaan diri anak.

Tak apa awalnya terjadi kesalahan tapi lambat laun mereka mendapatkan pengalaman berharga lewat pembelajaran langsung dan mandiri. Dari sini kami bisa membangun bonding misalnya saat memasak atau berkebun bersama. Kami tak melulu melakukan koreksi tapi lebih mengutamakan membangun koneksi. Agar mereka merasa dekat dan melekat pada orangtua tanpa takut berbuat. Mereka juga tumbuh percaya diri tanpa takut dihakimi.


5 |  Jangan tinggalkan budi pekerti

Masih ingatkah teman-teman saat seorang ibu menghardik bahkan menggoblokkan seorang kurir yang dianggap salah mengirimkan barang pembeli tersebut? Ya, video itu sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu padahal itu sepenuhnya kesalahan penjual yang salah mengemas barang. Serangan verbal wanita tersebut segera direspons secara negatif oleh warganet di Tanah Air. Betapa seorang ibu mestinya memberi contoh sang anak, tapi malah mengumbar kata-kata kecaman dengan penuh amarah.


Terus terang akhlak menjadi poin penting yang kami tanamkan dalam jiwa kedua anak kami. Alh-alih sekadar mengejar kecerdasan kognitif, kelembutan hati dan kesopanan sangat kami prioritaskan. Mendidik anak yang berbudi pekerti atau akhlak mulia memang bukan perkara mudah. Butuh konsistensi teladan dan pengajaran yang tak kenal waktu. Godaan masif dari konten berupa teks dan video di dunia maya sungguh bikin terlena.


Berfoto bersama pendongeng asal Amerika pada sebuah festival dongeng internasional di Surabaya tahun 2019

Salah satu cara mendorong anak agar punya budi yang luhur adalah mengikuti sesi dongeng bersama saat pandemi belum terjadi. Dengan mendengarkan dongeng bermuatan pekerti yang luhur, anak-anak bisa menyerap pelajaran penting tanpa merasa digurui. Mereka merasa terlibat dalam cerita dan mencoba menaksir di mana posisi mereka seharusnya tanpa didikte orangtua. Lewat dongeng juga mereka bisa belajar memahami sudut pandang orang lain agar tak gegabah menyalahkan atau menghakimi.


6 | Jangan segan bergerak

Selama pandemi anak-anak tetap kami ajak untuk melakukan aktivitas fisik sesuai kebutuhan. Kadang bermain badminton di depan rumah, kadang mengunjungi sawah eyangnya yang tinggal tak jauh dari kami. Selain mendapatkan udara bersih, anak-anak bisa belajar tentang tanaman atau sumber pangan yang selama ini mereka konsumsi. Bagaimana padi berasal atau buah-buahan bisa tumbuh menjadi pengalaman langka bagi mereka yang dilahirkan di kota besar (Bogor).


Dengan bergerak, mereka juga akan memiliki badan yang sehat. Gerakan fisik menjadi makin relevan selama wabah Covid-19 karena bisa menyegarkan badan dan meningkatkan imunitas. Gerakan-gerakan aktif akan mendukung terbentuknya pikiran yang sehat pula. 


Sehat dan berprestasi, juga sanggup menghadapi bully

Saya teringat bagaimana si sulung merengek untuk pindah sekolah saat masih kelas 1 SD empat tahun silam. Ia mengalami bullying yang segera kami respons dengan mendaftarkannya ke klub Taekwondo setempat. Kebetulan latihan digelar di lantai dua perpustakaan daerah sehingga anak-anak bukan hanya melakukan olah fisik yang menyehatkan tapi juga kesempatan mebaca buku selepas latihan.


Berkat latihan yang tekun, si sulung tak lagi ingin pindah sekolah dan bahkan menyabet medali emas untuk kategori poomsae semi prestasi pada Kejurprov di Pasuruan Jawa Timur tahun 2019 silam. Bukan hanya kepercayaan dirinya yang meningkat, tapi keberaniannya menghadapi perundung juga bangkit.   


7 | Jangan takut berbeda

Larangan berikutnya bagi anak-anak adalah jangan takut berbeda. Tak masalah jika sesekali mereka memilih gaya atau kebiasaan yang tak sama dengan teman-teman sekolah, misalnya. Jika teman-temannya sudah mendapat gawai berupa smartphone, maka kami tegaskan mereka belum memerlukannya. Toh mereka bisa menggunakan ponsel milik ayah dan bunda.


Yang kami tekankan justru proses belajar karakter karena itu yang butuh waktu lama. Sedangkan menggunakan ponsel pintar sangatlah mudah bagi mereka generasi Z yang merupakan digital native. Bukan hanya itu, jika orang masih asyik buang sampah sembarangan, mereka harus menunjukkan kebalikannya. Menjaga lingkungan dan alam adalah wujud cinta kita kepada kehidupan. Itu yang kami tekankan.  


8 | Jangan enggan berekspresi

Mengekspresikan gagasan atau ide sering menjadi isu krusial bagi anak-anak di negeri ini. Sebenarnya bukan hanya anak-anak, remaja dan dewasa pun kerap mengalaminya. Saat tak setuju dengan sebuah hal, mereka jadi urung mengutarakannya sebab tak terbiasa ekspresif padahal punya kepentingan untuk diperjuangkan.


Kalaupun akhirnya menyatakan pendapat, tak jarang bentuknya seragam dengan muatan yang tidak unik atau spesifik lantaran takut dicemooh atau dinilai rendah oleh orang lain. Inilah yang coba kami kikis pada diri anak kami. Sejak belia kami ajak mereka untuk berani berkomunikasi dengan orang lain demi memuluskan hajat mereka. 


Berani mengekspresikan maksud dan gagasan adalah modal penting agar anak berkembang.

Misalnya saat membuka rekening bank khusus anak dan menyetorkan uang dari uang saku mereka. Mereka awalnya enggan dan bahkan malu, tapi lambat laun memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan apa yang menjadi kebutuhan sehingga dipahami orang lain. Untuk tahap pertama, kami biasakan dalam bahasa Indonesia, dan selanjutnya beralih ke model presentasi dalam bahasa Inggris yang akan sangat mereka butuhkan kelak. 


9 | Jangan lupa berbagi

Akhirnya value yang sangat utama untuk dibentuk dan ditanamkan pada anak-anak adalah kebiasaan untuk peduli lewat kegiatan berbagi. Sejak masih tinggal di Bogor, mereka kami libatkan dalam acara berbagi nasi yang ngider keliling Bogor setiap dua pekan sekali. Mereka juga kami ajak berkunjung ke sebuah pantai yang kebakaran di bilangan Sukasari agar mereka mensyukuri keadaan apa pun sambil membangun rasa empati.


Rumi dan Bumi ikut serta membagikan nasi bungkus suatu pagi untuk warga yang terdampak pandemi.

Kepedulian ini semakin kontekstual saat pandemi melanda dunia tanpa terkecuali. Selain diskusi tentang acara sosial, mereka sering kami ajak ikut langsung kegiatan membagikan nasi bungkus siap santap setiap Jumat pagi lewat komunitas sedekah Nasi Bungkus Community (NBC). Komunitas ini juga membagikan puluhan truk air bersih ke lima kecamatan saat Lamongan dilanda kekeringan parah 2018 silam.


Besar harapan kami aktivitas positif semacam itu akan menjadi energi baik yang akan menyalakan semangat kepedulian dan cinta kasih sampai kapan pun dan di mana pun mereka berada. Mereka harus mampu memberikan kontribusi atau andil untuk memberdayakan masyarakat sesuai peran yang mereka ambil. Mereka harus tumbuh penuh kebahagiaan dan menikmati setiap pencapaian, termasuk membantu orang.


Rasa syukur dalam setiap pencapaian kecil, apalagi melibatkan bantuan pada orang, adalah tonggak penting yang akan menyempurnakan kecerdasan majemuk mereka sebagai bagian vital untuk memasuki dunia kerja. Tepat seperti yang saya baca di parentsquads.com yang kini menjadi portal langganan untuk belajar seputar pengasuhan.


Entah mengabdi di Indonesia dalam posisi sebagai apa pun, ataupun bekerja sesuai passion mereka seperti yang diidamkan yakni di Jerman dan Belanda, satu hal yang kami wejangkan agar sembilan hal ini terus terpatri sebagai bagian tak terpisahkan sampai kapan pun. Agar mereka menikmati kebersamaan bersama warga dunia lainnya dalam membentuk masyarakat yang sehat dan produktif menurut skill dan empati yang sudah mereka siapkan.

SAAT MASIH KECIL dulu, saya melihat banyak hal yang terlihat tidak adil pada orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK). Tetangga saya mengalami perlakuan yang sungguh mengiris hati. Ia dijauhi oleh lingkungan masyarakat dan mendapat olok-olok dari anak-anak yang kebetulan melewatinya. Saat itu saya tidak sampai hati untuk mengikuti perilaku teman-teman dan hanya terdiam karena merasa kasihan pada OYPMK tersebut. 

Di kemudian hari, hal ini sangat saya sesali karena tidak mampu berbuat apa-apa untuk membela para OYPMK saat itu. Ketika saya menceritakan pengalaman itu kepada orangtua saya, mereka menjelaskan mengenai penyakit kusta tersebut meski dengan keterbatasan pengetahuan mereka. Akan tetapi, dengan bekal itu saya akhirnya bisa memandang bahwa penyakit kusta itu bukan sebagaimana yang telah menjadi stigma pada banyak orang dan hal itu sangat saya syukuri.

Saat saya telah bekerja dan sering menggunakan KRL sebagai moda transportasi untuk berangkat dan pulang dari kantor, saya sering memperhatikan keberadaan OYPMK di sekitar stasiun ketika menunggu kedatangan kereta. Ada beberapa OYPMK yang terlihat dari seberang peron yang mencirikan bahwa stigma bagi mereka ternyata masih belum terlalu banyak berubah. Mereka masih dijauhi dan dianggap sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat. Padahal sepanjang yang saya perhatikan, mereka dapat beraktivitas normal dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya.

Mengenal kusta dan penyebarannya

Wawasan saya makin bertambah setelah mengikuti talkshow tanggal 15 Juni 2021 mengenai kusta yang diadakan KBR dan IIDN. Hadir sebagai narasumber adalah Angga Yanuar (Manajer Proyek Inklusi Disabilitas NLR), Zukirah Ilmiana (Owner PT Anugerah Frozen Food), dan Muhammad Arfa (OYPMK). Acara yang dipandu oleh Rizal Wijaya ini mendorong saya untuk punya pandangan berbeda tentang kusta dan penderitanya yang selama ini cenderung didiskriminasi.


Kusta selama ini dianggap sebagai penyakit kutukan yang memalukan. Padahal kusta sebenarnya disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyerang syaraf tepi, yakni fungsi syaraf motorik, sensorik, dan syaraf-syaraf otonom pun akan terpengaruh. Jika tidak ditangani, kusta dapat menyebabkan terjadinya deformitas atau kelainan stuktur tubuh dan mempertinggi potensi disabilitas penderita. Sebagai penyakit tropis yang sering terabaikan, tak heran jika Indonesia masih menempati posisi ketiga setelah India dan Brazil dengan temuan kasus 15-17 ribu pasien per tahun.

Namun tren kasus cenderung menurun karena medio 2000 kasus kusta ini mulai mengalami eliminasi. Meski begitu, di tahun 2015 masih ditemukan sebanyak 15-17 ribu kasus secara nasional. Demikian menurut penuturan Angga Yanuar dari NLR Indonesia. 

“Indonesia sendiri sudah mencapai eliminiasi pada tahun 2000 yaitu kasus kusta baru tidak lebih dari 1 per 10.000 penduduk,” imbuhnya.

Sejauh ini ada sembilan provinsi yang belum menyatakan terjadinya eliminasi kusta di daerah tersebut, antara lain Papua, Sulawesi Selatan, NTT, Jawa Timur, dan Sumbar untuk menyebut beberapa contoh. Secara nasional datanya memang menurun, tapi pada tingkat daerah seperti kabupaten masih perlu diperhatikan. 

Padahal menurut Angga pula, penularan kusta terbilang susah. Seseorang baru bisa tertular jika ia melakukan kontak erat yang cukup lama dengan penderita. Biasanya ditandai dengan munculnya bercak berwarna putih atau merah dengan kecenderungan mati rasa pada area tersebut. Dengan diagnosis mendalam, biasanya ditemukan penebalan syaraf, pembengkakan, dan sebagainya. Kalau kulit terasa gatal dan mati rasa, segera periksakan ke puskesmas terdekat.

Yang memprihatinkan adalah stigma negatif yang masih berkembang dalam masyarakat terhadap OYPMK padahal mereka sudah dinyatakan sembuh. Walhasil, stigma tersebut menimbulkan diskriminasi yang tidak adil.

  1. Dianggap masih bisa menularkan padahal sudah sembuh yang berarti tak ada potensi penularan;
  2. Stigma sebagai orang cacat yang tidak kompeten.
  3. Rasa rendah diri yang dialami pasien sendiri sebagai penyakit yang buruk dan memalukan.

OYPMK layak mendapat kesempatan bekerja

Namun stigma negatif itu ditampik oleh Zukirah Ilmiana selaku owner PT Anugerah Frozen Food. Ia justru memberikan kesempatan kepada OYPMK untuk magang di tempat usahanya di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Perusahaannya berpartisipasi pada Program Kerja Inklusif Katalis yang merupakan inisiatif NLR Indonesia. Pada program ini orang-orang penyandang disabilitas memiliki kesempatan untuk magang di perusahaannya. 

Zukirah berpandangan bahwa stigma negatif yang sudah terlanjur beredar di masyarakat tidak perlu direspons dengan sikap yang sama. Sebaliknya, kita mestinya mampu memberikan energi positif dengan memberikan peluang bekerja bagi mereka yang mampu. Budaya dan stigma negatif selama ini telah menyebabkan ketidakadilan bagi OYPMK. 

Penanganan OYPMK selama ini dianggap menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial semata, padahal peran itu mestinya ditanggung bersama-sama dalam bentuk kepedulian sosial. Jika setiap komponen masyarakat menunjukkan kepedulian serupa, maka kontribusi nyata bisa diberikan untuk meningkatkan kondisi sosial. Zukirah menegaskan bahwa hasil pekerjaan OYPMK ternyata tak kalah bagus dengan pekerja biasa.

Bangkit dan berkarya

Salah satu OYPMK yang mendapat kesempatan magang adalah Muhammad Arfah, seorang pemuda yang kini menjadi tenaga administrasi di kantor Satpol PP Kota Makassar. Ia menuturkan pengalamannya sebagai OYPMK dan mengalami pengobatan saat dirinya masih SMP. Dulu ia diejek oleh teman-temannya karena kulitnya gelap menghitam. Ia pun pernah disebut mirip monster atau roti yang gosong. 

Kepedihan itu ia kenang secara emosional sebab saat ini ia justru bisa memberikan testimoni dalam acara kemarin dan menebarkan inspirasi bahwa OYPMK bisa sembuh serta memberikan kontribusi sebagaimana orang normal lainnya. Ia beruntung mendapatkan dukungan keluarga sebagai support system untuk membangun kepercayaan dirinya selama menjalani terapi dan cemoohan orang.  

Untuk mendukung OYPMK ini berkiprah lebih luas, NLR pada bulan Juli dan Agustus tahun 2021 akan memgadakan program magang dan akan memilih tiga orang kandidat. Mereka akan dibekali dengan tiga keterampilan dasar: pertama, berupa manajemen, perencanaan, dan pengelolaan proyek, kedua, administrasi dan pengelolaan keuangan, dan ketiga, mobilisasi sumber daya dan penggalangan dana. Melalui program ini diharapkan OYPMK akan semakin mandiri dan mampu meningkatkan kualitas mereka sehingga rasa percaya diri pun akan semakin bertambah.

Dari webinar bergizi ini kita bisa belajar bahwa kondisi masa lalu seseorang tak semestinya merusak masa depan yang potensial ia raih. Lebih-lebih berkaitan dengan gangguan kesehatan yang bisa disembuhkan, mestinya kita layak memberikan mereka peluang yang sama agar bisa memberikan andil bagi kemajuan masyarakat lewat peran yang mereka ambil. 

Sebagaimana Arfah yang bangkit dari keterpurukan akibat kusta, kita optimistis bahwa kusta bisa enyah dari Bumi Nusantara dengan upaya serius berbagai pihak. Semuanya bisa kita mulai dari kesadaran untuk memandangnya secara adil dan bijaksana.

Dari tempat tinggal kita, baik di desa atau apartemen di kota, kita bisa berkontribusi memproduksi konten untuk membantu menghilangkan stigma ngetaif OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya agar mendapat kesempatan berkembang yang sama.

“Bun, kalo disuruh pilih blog yang jadi favorit, kamu mau pilih blog siapa?” Pertanyaan beberapa tahun lalu itu mungkin sudah tidak diingat lagi oleh si pemberi pertanyaan. Biasanya sih mengobrol yang kayak gini sambil menyamil kudapan tradisional kayak ketimus atau combro. Bisa jadi dia hanya ingin sekadar menguji apakah blognya masuk dalam radar saya atau tidak, heuheuheu

Yang jelas, tiba-tiba saja isi percakapan itu kembali terngiang-ngiang ketika Mbak Eno, pemilik blog Creameno membuat CR Challenge #3. Sebuah challenge yang tentu saja membuat saya mengulik kembali memori jawaban atas pertanyaan itu. Saya membayangkan Mbak Eno tengah menyeruput kopi di ruang apartemennya yang nyaman ketika menggagas ide ini. 

Terus terang ini adalah sebuah tantangan yang memecut saya untuk mencoba membuat apresiasi, minimal dengan membuat ulasan atau rekomendasi. Saya ingat bahwa saya pernah membuat beberapa daftar blog yang sudah, sedang, dan ingin sekali saya kunjungi serta membuat interaksi di sana. Sayangnya, saya ternyata lebih berbakat sebagai silent reader karena sering kali tidak sempat meninggalkan jejak di blog-blog tersebut.

Ada saja penyebab yang membuat saya tiba-tiba harus menghentikan interaksi pada blog-blog itu. Beberapa di antaranya adalah akses gawai atau perangkat yang terbatas (laptop harus gantian sama suami), sedangkan saya merasa nyaman membaca blog-blog itu di laptop. Berlama-lama membaca blog atau buku di smartphone bikin mata saya mudah lelah. Mungkinkah ini disebabkan oleh faktor U? Entahlah. Ada kalanya pula anak-anak tiba-tiba minta atensi penuh dari saya. Atau, kuota yang tiba-tiba ngambek dan gak mau berhubungan lagi kayak si mantan yang ghosting itu, ups. Tapi, yang paling sering sih karena sudah teralih oleh pekerjaan menyunting alias mengedit naskah buku. Duh, ternyata alas memang luas banget ya? 

Meski begitu, jelas saya gak mau ketinggalan ikut tantangan yang satu ini karena siapa tahu blog-blog yang saya rekomendasikan bisa memberi insight baru juga buat pembaca blog saya. Orang bilang bunga yang beraneka warna membuat pemandangan semakin menjadi indah, bukan?

Sebetulnya ada beberapa blog yang benar-benar bikin saya gembira saat membacanya, tapi berhubung pemiliknya sudah beralih hobi, maka blog itu pun ikut menguap, hiks hiks. Tapi gak apa-apa. Saya akan mencari gantinya dan ini dia blog yang jadi favorit saya saat ini yang mungkin bisa kamu intip juga. Saya tidak memasukkan blog Creameno di daftar ini karena bagaimana mungkin blog Mbak Eno bukan favorit jika saya memilih ikut serta tantangannya? Logis, bukan?

Nah, jika tertarik, kamu bisa tinggalkan jejak di sana. Ada blog gado-gado dan ada juga blog yang memiliki niche khas. Cekidot yuk!

1. belalangcerewet.com, misterblangkon.com, dan hudu.xyz


Tiga blog yang dimiliki ayah dua bocah lelaki menurut saya unik karena sependek pengetahuan saya ada postingan organik yang terselip dengan manis di antara postingan nonorganiknya. Tata bahasa yang terjalin rapi, sering kali berima, dan relatif well-edited membuat mata saya terasa nyaman saat membacanya. Maklum, profesi sebagai editor membuat saya memiliki kebiasaan “mencari-cari kesalahan”, hehehe. Postingan yang kalimatnya tertata rapi jelas aman dan membuat saya relatif lega.

Kisah-kisah yang diceritakannya, sebagian besar kisah pribadinya, juga memiliki pesan tersirat atau tersurat yang bikin saya merenung dan bertanya pada diri sendiri. Saya setuju jika ada yang bilang membaca blog ini tak pernah terasa membosankan walau tulisannya puanjaaangg dan laaamaaa …. Jika tak percaya, maka tengoklah ke sana.


2. hayaaliyazaki.com & ceritamelalak.com


Mungkin solidaritas sebagai sesama editor membuat saya menyukai blog Mbak Haya ini. Isinya ciamik dan informatif. Cerita-cerita pengalamannya, terutama terkait dunia literasi juga sangat menarik berhubung dunia ini pun sama-sama kami geluti. Salah satu, eh banyak deh, hal yang saya kagumi, Mbak Haya energinya lebih besar dari saya sehingga rajin mengelola blognya, heuheuheu


3. rajasinema.com


Blog yang satu ini jelas menjadi salah satu acuan bagi penyuka dunia film, termasuk saya. Ulasan-ulasan tentang dunia film dan perfilman seperti industrinya, pemainnya, sutradaranya, hingga strategi promonya dibahas lumayan lengkap. Saya juga bisa mencari rekomendasi film-film, baik dari Hollywood, Bollywood, Thailand, Korea Selatan, Jepang, hingga Eropa. Setelah nulis postingan ini, lanjut nonton film yang direkomendasi Bang Raja Lubis ini ah.


4. langitamaravati.com & langitamaravati.blogspot.com


Membaca blog Mbak Langit Amaravati mungkin sebuah pemenuhan atas rasa penasaran dan usaha empati saya terhadap sosok ibu satu orang anak yang cerita hidupnya menurut saya bagai roller coaster. Bakatnya yang luar biasa dalam hal teknologi IT berpadu dengan kemampuannya dalam menulis (buku/cerita fiksi) merupakan perpaduan yang unik. Perjuangannya sebagai single mother yang sedang menjalani pengobatan (psikiater) atas kesehatan jiwanya ini sangat luar biasa. 


5. naked-traveler.com


Dulu, ketika blog salsabeela.com masih aktif, saya merupakan salah satu pembacanya. Namun ketika blog itu sepertinya sudah agak lumutan karena ditinggal pemiliknya yang mungkin bertambah kesibukannya, maka saya melihat blog milik Mbak Trinity ini sebagai aternatifnya. Bukan tanpa alasan. Saya memang menyukai cerita mereka berdua dalam hal dunia traveling. Pindah tempat tinggal dari kota ke di kampung membuat saya agak linglung sehingga membaca blog traveling ini saya merasa seolah masih terhubung dengan dunia, hahaha.

Sebenarnya masih ada beberapa blog lagi yang ingin saya rekomendasikan. Tapi, lagi-lagi, tugas sudah memanggil. Next time kita sambung lagi bahas yang satu ini ya.

“Bunda, kok Adek belum ada PTS (Penilaian Tengah Semester) ya? Padahal sekolah lain sudah selesai semua,” tanya si bungsu saat kakaknya mengajak memancing. 


Kami memang menjanjikan duo krucil kami untuk mencoba kegiatan memancing dengan syarat sudah selesai kegiatan PTS agar mereka bisa fokus untuk mempersiapkan ujian yang biasanya memakan waktu lebih dari seminggu tersebut. Akan tetapi, alih-alih kami malah mendapat surat pemberitahuan dari sekolah tentang kegiatan yang cukup anti-mainstream dan membuat dua krucil kami penasaran. Isinya adalah sebuah kegiatan yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Thoriqul ‘Ulum Outdoor Study Activity.


Bus Tayo siap mengajak siswa MI Thoriqul 'Ulum berkeliling sebelum acara utama.

Anak kami merupakan siswa kelas 2 di sekolah Ibtidaiyah yang bernama Madrasah Ibtidaiyah Thoriqul ‘Ulum atau kami sering menyebutnya dengan MITU, sebuah sekolah di bawah naungan YPPI  Thoriqul ‘Ulum yang diasuh oleh KH. Abdul Wahib Muhammad Ikhsan atau sering disebut Abah Wahib. Lokasi sekolah ini berada di Jalan Mastrip Gg. Made Tegal Sebalong No. 118 Lamongan. 


Kegiatan belajar variatif agar anak kreatif


Di masa pandemi ini, MITU sudah melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) meski terbatas hanya tiga kali seminggu, yaitu hari Senin, Rabu, dan Jumat. Hanya saja dua krucil kami belum mendapat izin dari ayah mereka untuk mengikuti PTM di sekolah. Meski demikian, sekolah tetap memperkenankan orangtua dan siswa jika ingin memilih mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dilakukan secara daring (online). 


Pandemi memang merupakan tantangan tersendiri, khususnya dalam dunia pendidikan formal. Hal yang bersifat kratif dan inovatif sangat diperlukan untuk menyiasati kegiatan belajar mengajar yang sangat terbatas, baik oleh tempat maupun waktu.


Sejauh pengalaman yang sudah kami lalui selama dua tahun belakangan ini, kegiatan pembelajaran di MITU memang dilaksanakan sebagaimana layaknya pola pengajaran di madrasah ibtidaiyah pada umumnya. Beberapa di antaranya adalah program pembentukan karakter santri salafi melalui shalat duha di sekolah, belajar doa-doa harian, membaca dan menghafal surah-surah pendek Al-Quran, diajarkan sopan-santun serta akhlak mulia, dan tentu saja bidang-bidang studi agama dan umum sesuai kurikulum nasional. 


Namun, MITU memiliki daya tarik lain sehingga cukup menyita perhatian kami bahkan sejak awal kegiatan orientasi sekolah mereka yang tentu saja disukai anak-anak dan meninggalkan kesan mendalam. Kegiatan itu pilihan MITU tersebut berupa aktivitas belajar outdoor yang membuat kami angkat jempol karena menjadi alternatif kegiatan belajar yang menyenangkan, tidak membosankan, dan tentu saja … gratis!


Ternyata, di masa pandemi ini MITU kembali membuat kegiatan outdoor dan kali ini melibatkan institusi dari luar untuk terlibat di dalamnya. Hal yang tentu saja harus diperhatikan dan selalu saya tanamkan pada XXBB adalah bahwa meskipun dilakukan di luar ruangan, jangan lupa atau lengah untuk selalu menerapkan protokol kesehatan karena agenda kegiatan ini melibatkan banyak orang. Ada dua lembaga yang menjadi mitra pembelajaran kali ini, yaitu Komunitas Pencinta Reptil (KPR) Lamongan untuk kegiatan PTS anak-anak kelas 1 dan 2, sedangkan untuk kelas 3-6 melibatkan UD Barokah (sebuah tempat penggilingan padi) di Desa Kebet, Lamongan. 


Sayangnya, kegiatan yang sama menariknya ini tidak bisa saya liput karena jarak yang cukup jauh dari tempat kegiatan bersama Komunitas Pencinta Reptil ini. Mungkin jika benar-benar penasaran, duo krucil lain waktu bisa mampir ke tempat penggilingan beras milik paman mereka yang lokasinya tidak jauh dari rumah Mbah Utinya.


Kegiatan PTS yang bikin antusias


Acara yang diselenggarakan pada tanggal 24 Maret 2021 ini dimulai pada pukul 06.00 WIB. Untuk mengantisipasi keterlambatan, saya sudah mengantar XXBB berangkat ke sekolah sejak sepuluh menit sebelumnya. Di sana sudah menunggu sebuah bus mini (di tempat kami disebut bus Tayo) yang penampakannya mirip dengan bus rekreasi yang sering kita temui di tempat-tempat wisata. XXBB langsung berbinar-binar melihat kendaraan yang sangat disukainya itu. Bus Tayo memang favorit anak-anak dan sering digunakan untuk berkeliling desa/kota dengan tarif Rp3.000 per anak. 


Namun untuk kegiatan ini tidak ada sepeser pun dana yang ditarik karena sudah didukung oleh donatur sekolah. Setelah persiapan sana-sini, bus Tayo berangkat pada pukul 07.30 dan para orangtua murid diberikan informasi bahwa kegiatan bersama Komunitas Pencinta Reptil akan dimulai pada pukul 10.00 yang akan dilakukan di halaman Masjid Baiturrahman Made.


Berhubung saya juga memiliki agenda mengantar dan menjemput si anak sulung yang sekolah di SD negeri dan juga tengah melaksanakan PTS, maka saya menyerah mengintili bus Tayo keliling kampung/kota dan berputar arah kembali ke rumah. Niat saya adalah langsung menyambangi Masjid Baiturahman, Made untuk ikut menyaksikan kegiatan anak-anak bersama Komunitas Pencinta Reptil di sana. 


Tidak berbeda dengan anak-anak, para orangtua pun ikut antusias untuk mengikuti kegiatan ini. Bagaimana tidak penasaran jika PTS semacam ini digunakan untuk menilai pembelajaran siswa. Ada enggak ya hal semacam ini di sekolah lain?


Bin(a)tangnya adalah biawak, piton, dan iguana


Saya ternyata terlambat tiba di lokasi (halaman Masjid Baiturahman) karena memang belum pernah bertandang ke masjid tersebut. Saya butuh berkeliling dulu untuk menemukan lokasinya yang ternyata tidak terlalu jauh dari belakang perumahan saya. Saya melihat anak-anak sudah duduk melingkari kakak-kakak dari KPR yang berdiri di tengah lingkaran dan masing-masing sudah menggendong binatang peliharaannya. Hawa geriming-geriming sebenarnya sudah mulai terasa di kuduk saya, tetapi tetap saya beranikan diri untuk melihat dari dekat.


Para siswa yang sejak berangkat dari sekolah sudah dibekali oleh kertas tugas PTS terlihat antusias memperhatikan dan menyimak penjelasan dari Kakak KPR dan sesekali mencatat informasi penting yang mereka dapatkan. XXBB yang memang menyukai jenis hewan reptil ini dan sudah memiliki berbagai bahan bacaan berkaitan dengan reptil terlihat sangat konsentrasi dan sesekali menjadi narasumber bagi teman-temannya yang masih belum paham.


Siswa MI Thoriqul Ulum Lamongan memegang reptil, bermain sekaligus belajar.

Hewan-hewan yang menjadi bintang dalam kegiatan tersebut adalah biawak atau nyambek (bahasa Jawa), ular berjenis phyton, serta iguana berusia tujuh tahun dan anaknya yang berusia empat bulan. Makanan, cara bergerak, dan cara memelihara hewan-hewan itu adalah beberapa hal yang dijelaskan oleh kakak-kakak dari KPR. Biawak yang bergerak dengan cara merayap sering kali memakan tikus, ikan, ayam, bahkan telur. 


Salah satu orangtua ikut mengiyakan informasi tersebut karena ia sering kehilangan ayam dan telur di rumahnya. Demikian pula dengan ular phyton, si hewan melata yang juga suka memangsa tikus dan unggas kecil. Adapun makanan iguana adalah tumbuhan-tumbuhan dan buah-buahan. Melihat iguana yang sedang merayap serasa melihat hewan dari masa prasejarah karena bentuknya yang bersisik dan menurut XXBB mirip stegosaurus.


Setelah kakak-kakak KPR selesai memberikan penjelasan, tibalah saatnya berkenalan lebih dekat dengan hewan-hewan reptil tersebut. Para siswa diperkenankan untuk memegang, mengusap, bahkan menggendong hewan yang terlihat menakutkan, tetapi sangat menarik rasa penasaran anak-anak itu. Satu per satu anak maju dan memberanikan diri memegang salah satu hewan dengan ekspresi wajah yang takut-takut tetapi mupeng. 


Para orangtua juga tak kalah antusias untuk mengabadikan “keberanian” anak-anaknya dengan smartphone masing-masing meski dari wajahnya tampak gentar, hahaha. XXBB tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dan meminta giliran untuk memegang, mengusap-usap, dan menggendong hewan-hewan itu. Lumayan lama juga kegiatan itu hingga tak terasa pagi sudah merambat siang.


Ingin lebih lama


Anak-anak belum puas bercengkerama dengan reptil-reptil tersebut, tetapi kegiatan harus segera diakhiri karena jam telah menjelang pukul 11.00 dan udara sudah terasa cukup panas. Sambil menunggu kakak-kakak mengemas kembali hewan-hewan reptil tersebut dan memasukkannya ke kandang portable, anak-anak diberikan waktu beristirahat sambil mengudap roti dan minuman. Orangtua yang sudah datang dipersilakan untuk menjemput anaknya masing-masing. Namun apalah daya, anak-anak tetap memilih naik bus Tayo yang akan membawa mereka kembali ke sekolah. Haddeuuuhhh ….  


Wajah-wajah puas dan gembira terlihat dari para peserta kegiatan tersebut. Para orangtua dan guru pun berharap acara semacam ini bisa diselenggarakan lagi di waktu yang akan datang. Kepala sekolah MITU, Mat Kholidun, M.Pd, pernah mengungkapkan bahwa saat ini ini sekolah maupun orangtua perlu menyiapkan anak-anak untuk aktif dan kreatif serta siap berkolaborasi. 


Tampaknya kegiatan seperti ini merupakan salah satu upaya MITU untuk memperoleh keberhasilan dalam hal tersebut, salah satu hal yang kami pun sepakat. Semoga pandemi segera berakhir dan semua bisa berjalan secara normal kembali sehingga kegiatan belajar di sekolah tidak lagi terbatas. Bagaimana dengan pengalaman sekolah yang lain ya?  

Akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk mengambil jeda di antara padatnya aktivitas selama seminggu kemarin. Saya termasuk orang yang menjadikan akhir pekan sebagai waktu untuk menikmati buku-buku secara lebih santai. Tak harus duduk di balkon apartemen mewah, santai membaca buku di beranda rumah mungil sambil ditemani camilan dan secangkir teh atau kopi pun sudah kenikmatan yang tidak bisa ditukar dengan apa pun, hehe .... 

Nah, mungkin ada di antara 15 buku novel tentang perempuan yang asyik dibaca saat akhir pekan ini menarik minatmu. Jangan-jangan ada yang sudah pernah membacanya juga. Ayooo ngaku! 

1. The Virgin Blue (Tracy Chevalier)


The Virgin Blue adalah sebuah novel yang juga berlatar belakang sejarah, yaitu reformasi Protestan di abad keenam belas yang diawali oleh Martin Luther. Perseteruan antara kaum Katolik dan Protestan saat itu tergambar dalam pencarian asal-usul pencarian keluarga leluhur tokoh utama, Ella Turner yang akhirnya menemukan rahasia-rahasia memilukan pada keluarga Tournier. Ikatan antara Ella Tournier dan Isabelle du Moulin terkuak setelah empat ratus tahun kemudian membuat novel ini sangat membuat penasaran.

2. Poison (Sara Poole)


Buku ini bercerita tentang ambisi balas dendam Francesca Giordano, seorang perempuan jelita ahli racun, atas kematian ayahnya di kota Roma pada abad pertengahan. Ia berusaha keras untuk mendapatkan posisi penting sebagai ahli racun untuk melayani keluarga paling berbahaya di Italia saat itu, Kardinal Rodrigo Borgia. Berhasilkah Francesca menjalankan misinya itu? Novel ini sangat menegangkan dan cocok untuk penyuka fiksi sejarah, terutama yang berlatar belakang sejarah Reneisans. 

3. Citra Rashmi (Tasaro GK)


Salah satu penulis Indonesia favorit saya adalah Tasaro GK. Wong Gunung Kidul ini memang piawai menjalin cerita yang berlatar belakang sejarah, khususnya dari bumi Sunda Parahyangan di masa yang menegangkan menjelang terjadinya Perang Bubat. Sang putri, Citra Rashmi atau Dyah Pitaloka adalah tokoh yang menjadi kunci dalam peristiwa yang terkait dengan Kerajaan Majapahit tersebut. Membaca novel ini membuat imajinasi yang sangat liar mengenai keindahan alam dan kehidupan masa lalu semakin membuncah. Siap-siap saja deh. 

4. Wild Swans (Jung Chang)



Kisah tiga perempuan dari tiga generasi dalam buku ini sedikit banyak membuat kita memahami tentang begitu besarnya pengaruh paham komunis pada kehidupan masyarakat di negeri Tiongkok. Novel yang ditulis oleh Jung Chang ini sebenarnya diambil dari kisah nyata kehidupan keluarganya pada masa awal pemerintahan komunis di China hingga pada akhirnya ia memutuskan hijrah ke Inggris. 

5. Putri Langit (Nigel Cawthorne)


Jika ada pemimpin perempuan di dunia yang sangat kuat, Putri Langit adalah salah satunya. Novel ini merupakan kisah nyata perjalanan kehidupan Wu Chao yang awalnya menjadi selir kaisar hingga menjadi kaisar perempuan satu-satunya dalam sejarah China. Novel yang ditulis oleh Nigel Cawthorne ini salah satu buku yang membuat saya sedikit banyak memahami tradisi dan budaya Tongkok yang sangat eksotis.

6. Alazhi Perawan Xinjiang (Nuthayla Anwar)



Jika masih membutuhkan sudut pandang dalam melihat kondisi muslim Uighur di Xinjiang, novel ini menurut saya benar-benar bisa mewakili. Kehidupan masyarakat dan alam Xinjiang yang indah ditingkahi oleh bayang-bayang teror yang terjadi pada masyarakat Muslim diceritakan dengan sangat sangat apik oleh Nuthayla Anwar. Novel ini bikin saya bercita-cita suatu saat bisa berkunjung ke sana.

7-12. Serial Perempuan yang Dijamin Masuk Surga (Sibel Eraslan)

Novel-novel ini merupakan serial yang terdiri atas judul-judul sebagai berikut: Hajar; Rahasia Hati Sang Ratu Zamzam, Maryam; Bunda Suci Sang Nabi, Aisyah; Wanita yang Hadir dalam Mimpi Rasulullah, Fatimah Az-Zahra; Kerinduan dari Karbala, Asiyah; Sang Mawar Gurun Fir’aun, dan Khadijah Binti Khuwailid; Ketika Rahasia Mim Tersingkap.

Sumber Gambar: inkuiri.com

Nah, di antara 15 buku novel tentang perempuan yang asyik dibaca saat akhir pekan ini, enam serinya merupakan karya masterpiece Sibel Eraslansemuanya saya suka bangetbenar-benar menyingkap sosok perempuan-perempuan yang dijamin masuk surga. Saya sempat tergugu dan menangis dalam diam atau tersenyum-senyum kecil saking terbawa dalam emosi ketika membaca novel-novel ini. Speechless deh dengan kemampuan Mbak Sibel Eraslan yang bisa mengaduk-aduk perasaanku, si perempuan lemah ini. Jika sudah berkait dengan surga dan religiusitas, siapa yang bisa menahan rasa yang membuncah dalam dada? Enggak ada kan? 

13. Sky Burial (Xinran)


Saya pun menjadi sangat terobsesi ingin pergi ke Nepal atau Tibet setelah membaca novel ini. Mungkin konyol sih, tapi novel ini bercerita dengan sangat menggugah tentang kesetiaan, pengorbanan, kerasnya alam meski tetap menyajikan pemandangan alam yang luar biasa serta tradisi penguburan yang cukup menyayat hati. Hanya ada satu kata buat novel ini, awesome! brrr ...dingiiin. 

14. Nefertiti (Nick Drake)

Sumber Gambar: id.carousell.com

Novel ini menceritakan tentang kehidupan Nefertite, salah satu ratu Mesir Kuno terkenal. Kisah permaisuri dari Raja Atep ini membuat kita sekilas melebur dalam kehidupan penuh intrik di Kerajaan Mesir yang hingga saat ini masih memiliki daya tarik magis untuk diungkapkan. Michelle Moran dengan sangat piawai menjalin kisah ini seakan-akan kita berada dalam suasana yang terjadi saat itu dan bersiap untuk selalu berada dalam suasana mencekam meski mendapat gambaran nuansa kecantikan eksotis negeri seribu piramida tersebut. 

15. The Physic of Book of Deliverance Dane (Katherine Howe)

Sumber Gambar: id.carousell.com

Buku yang berada di nomor buncit ini mungkin salah satu buku yang membuat saya geleng-geleng kepala. Buku ini sanggup membuat saya kesulitan menghilangkan imajinasi akan suasana masyarakat Eropa di abad pertengahan. Sebuah kondisi di mana banyak sekali ahli pengobatan yang dituduh sebagai tukang sihir atau penganut ilmu hitam hingga mereka dijatuhi hukuman mati. Karakter perempuan yang sangat kuat berpadu dengan fiksi sejarah membuat kisah-kisah kelam praktik hukuman kejam di abad pertengahan ini menjadi begitu mencekam. 


Nah, mungkin ada salah satu di antara15 buku novel tentang perempuan yang asyik dibaca saat akhir pekan tersebut yang menarik minat kamu untuk menjadi teman me time di akhir pekan ini. Jangan lupa selesaikan dulu tugas-tugas yang masih belum beres ya. Soalnya, dijamin sulit untuk meletakkan buku tersebut jika sudah terlanjur membacanya. Repot dong jika tugasmu masih menumpuk, sedangkan kamu enggak bisa berhenti membaca, hahaha. Penasaran kan?